Sukses

Jumlah Kelas Menengah di Indonesia Turun hingga 9,48 Juta Orang, DPR: Perlu Perkuat Jaring Pengaman Sosial

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan kelas menengah disebabkan berbagai faktor, termasuk dampak COVID-19, pemutusan hubungan kerja, hingga kurangnya jumlah lapangan kerja.

Liputan6.com, Jakarta Jumlah warga Indonesia yang tergolong dalam kelas menengah mengalami penurunan hingga 9,48 juta jiwa selama periode 2019 hingga 2024. Sebelum 2019 ada 57,33 juta orang kelas menengah di Indonesia tapi pada 2024 menjadi 47,85 juta orang.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan ini disebabkan berbagai faktor. Termasuk dampak COVID-19, pemutusan hubungan kerja, hingga kurangnya jumlah lapangan kerja.

Melihat data ini, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan agar memperkuat jaring pengaman sosial. Minimnya jaring pengaman sosial salah satunya ditandai dengan masih banyaknya kelas menengah yang tidak memiliki jaminan sosial khususnya pekerja informal.

“Dukungan program jaminan sosial sangat dibutuhkan untuk melindungi kelas menengah dari masalah kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, hingga kematian,” kata Edy dalam keterangan pers dikutip Kamis (12/9/2024).

Edy menambahkan, adanya laporan dari BPS ini harus segera direspons pemerintah. Jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan harus dipastikan berjalan.

Untuk program jaminan kesehatan nasional (JKN) per Agustus 2024 pemerintah menganggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 96,74 juta orang.

“Tentunya dengan penurunan kelas menengah tersebut seharusnya pemerintah menambah kuota peserta PBI,” ujar Edy.

Mengacu pada Perpres No. 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial 2023 – 2024 pemerintah sudah menargetkan peningkatan kuota peserta PBI JKN di 2024 menjadi 113 juta orang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pastikan Kelas Menengah yang Turun Bisa Tetap Akses JKN

Edy menambahkan, target kepesertaan PBI 113 juta orang perlu diimplementasikan agar kelas menengah yang mengalami penurunan ekonomi bisa tetap mengakses JKN.

”Tentunya target kepesertaan PBI tersebut harus diimplementasikan agar kelas menengah yang turun tersebut dapat tetap mengakses Program JKN. Saya mendorong pemerintah mengimplementasikan Perpres no. 36 tahun 2023 tersebut, dengan menaikan kuota PBI dari 96,8 juta menjadi 113 juta orang,” ucap Politisi PDI Perjuangan itu.

Selain itu, alokasi anggaran untuk PBI JKN selama ini sebesar Rp48,78 Triliun. Namun dalam realisasi nilainya di bawah alokasi anggaran tersebut. Dengan penurunan jumlah kelas menengah, maka seharusnya pemerintah meningkatkan kuota PBI menjadi 113 juta, yang alokasi anggarannya menjadi Rp56,85 Triliun.

“Dengan penambahan alokasi menjadi Rp56,85 Triliun diharapkan perlindungan jamsos kesehatan menjamin kelompok kelas menengah yang berkurang tersebut,” ucapnya.

3 dari 4 halaman

Soal Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Begitu pula, lanjut Edy, untuk jaminan sosial ketenagakerjaan, tentunya kelas menengah yang turun ini pun membutuhkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Khususnya program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Program Jaminan Hari Tua (JHT).

Hingga saat ini pemerintah pusat belum merealisasikan amanat Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN untuk pekerja miskin dan tidak mampu untuk mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai peserta PBI yang iurannya dibayarkan pemerintah.

“Padahal di RPJMN 2020 – 2024 sudah dijanjikan PBI Jaminan sosial ketenagakerjaan, namun hingga saat ini APBN belum mengalokasikannya,” Edy mengingatkan.

4 dari 4 halaman

Saran Revisi PP No. 37 Tahun 2021

Edy juga menyarankan pemerintah untuk merevisi PP no. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar pekerja yang mengalami PHK mampu untuk mendapatkan bantuan uang tunai maksimal 6 bulan.

Selain itu, dapat meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan serta manfaat informasi pasar kerja sehingga pekerja siap masuk kerja kembali di sektor formal.

“Adapun yang perlu direvisi adalah persyaratan menjadi peserta JKP yang eligible dipermudah sehingga seluruh pekerja bisa menjadi peserta JKP yang eligible. Lalu memberikan akses manfaat JKP kepada seluruh peserta JKP seperti pekerja kontrak yang jatuh tempo kontraknya mendapat manfaat JKP,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.

Edy juga meminta agar pemerintah meningkatkan pembukaan lapangan pekerjaan formal. Harapannya tidak terjadi defisit angkatan kerja.

“Kelas menengah yang ter-PHK pun bisa memiliki kesempatan,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.