Sukses

Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad, Ustadz Adi Hidayat Ungkap 3 Kisah Awal Mula Peringatan Hari Lahir Rasulullah SAW

Dalam sebuah ceramahnya yang penuh inspirasi, Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang ulama terkemuka dari Muhammadiyah, mengungkapkan asal-usul peringatan Maulid Nabi.

Liputan6.com, Jakarta - Rabiul Awal merupakan bulan yang istimewa, karena di bulan inilah Rasulullah SAW dilahirkan. Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan sebutan Maulid Nabi.

Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam salah satu ceramahnya menerangkan mengenai sejarah peringatan Maulid Nabi Muhammad. Menurutnya, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW bermula dari sejarah setelah wafatnya Rasulullah.

Perjuangan Rasulullah dilanjutkan oleh para sahabat setelah beliau wafat. Namun, seiring berjalannya waktu, sampailah masa di mana orang-orang mulai lupa dengan ajaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.

"Orang mulai menyimpang dari beberapa hal dalam kehidupannya. Jadi semakin meluas, sama persis zaman-zaman kita itu kalau sudah menyebar luas ajaran dan sebagainya semakin lupa dengan ajaran ajaran pokoknya," kata UAH, seperti dikutip dari YouTube Cahaya Hijrah.

Mengenai kapan pastinya awal mula peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini, UAH menemukan perbedaan pendapat di beberapa kalangan. 

Dinasi Fatimiyyah

Beberapa sumber menyebutkan peringatan dimulai sejak rentang waktu antara tahun 362 H hingga 567 H, sementara yang lain menyebutkan antara 549 H dan 630 H, serta ada yang mengindikasikan periode sekitar 567 H hingga 640 H.

Banyaknya umat Islam yang mulai lupa dengan perjuangan Rasulullah, maka saat itu Islam menjadi lemah, lupa dengan tuntunan nabinya.

"Maka momentum ketika lahirnya Nabi SAW di bulan Rabiul Awal itu dihidupkan kembali di masa-masa ini untuk mengenalkan Rasulullah SAW. Ada yang mengatakan dihidupkan pada tahun kisaran ini (362-567 H) di wilayah Mesir pada Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ubaidiyah, yang menghidupkan namanya Abu Tamim Mu'izzuddin atau Al-Muiz Lidinillah," beber Ustadz Adi Hidayat.

Ketika itu, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sebatas hanya menyebut siapa Rasulullah, tempat kelahiran, latar keluarga, hingga akhlak-akhlak beliau. Hal ini guna mengingatkan kembali ssosok Rasulullah pada umat yang mulai lupa.

 

2 dari 3 halaman

Gubernur Irbil Muzhaffar di Irak

Lalu, UAH menjelaskan bahwa salah satu tokoh yang berperan penting dalam mempopulerkan kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah Muzhaffar Abu Said Kuukuburi, yang hidup sekitar tahun 549-630 H.

Pada masa itu, Muzhaffar menjabat sebagai Gubernur Provinsi Irbil di Irak. Ia mengambil inisiatif untuk merayakan hari kelahiran Nabi dengan mengumpulkan para ulama.

"Karena banyak kecenderungan dan lupa dengan nabi, dikumpulkan oleh beliau. Ulamanya dikumpulkan supaya menjelaskan keutamaan Nabi SAW. Kumpul mereka membahas, ada yang bikin syi'ir, ada yang bikin qasidah," ungkap UAH.

Selain syair dan qasidah, para ulama pada masa itu juga menuliskan kisah-kisah Nabi. Di antara karya-karya yang terkenal hingga saat ini adalah Maulid Barzanji dan Maulid Diba'.

"Di antara tulisan-tulisan yang kita kenal sampai sekarang ada yang disebut dengan Barjanzi, ada yang disebut dengan Diba’. Itu asalnya bukan bacaan yang dilagukan, itu asalnya adalah syi'ir-syi'ir yang menerangkan tentang kehidupan nabi," tambah UAH.

3 dari 3 halaman

Zaman Salahudin Al-Ayubi

Pendapat ketiga menyatakan bahwa peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW mulai dirayakan sekitar tahun 567-640 H, yang dipelopori oleh Salahudin Al-Ayubi. Ia adalah seorang panglima yang sangat dihormati dalam sejarah Islam, muncul setelah wafatnya Nabi dan para sahabatnya.

"Yang membebaskan Palestina itu (Salahudin Al-Ayubi) dicatat dalam sejarah namanya dan dituliskan berbagai kisahnya, dipuji dengan berbagai pujian yang diterapkan oleh Allah SWT lewat lisan-lisan para sejarawan orang Islam setelahnya."

Salahudin Al-Ayubi juga memiliki perhatian khusus terhadap pasukannya yang bertekad untuk membebaskan Palestina. Ia menyadari bahwa mentalitas pasukannya belum sepenuhnya siap.

"Ketika malam-malam, beliau melihat sebagian tentaranya ada yang sholat, kata beliau ini sudah siap. Sebagian masih ada yang ngobrol-ngobrol begadang, akhirnya kata beliau, ini belum siap, mentalnya belum siap, kedekatan dengan Allah-nya masih kurang," ungkap UAH.

Tidak hanya itu, Salahudin Al-Ayubi juga mengamati kondisi masyarakatnya yang semakin jauh dari ajaran Nabi, bahkan ada di antara mereka yang tidak mengenal sosok Rasulullah SAW.

"Dihidupkan (maulid nabi) oleh beliau di waktu-waktu itu. Ada yang mengatakan dihidupkan di bulan Rabiul Awal untuk mengambil momentumnya. Ada yang mengatakan dihidupkan bahkan di luar bulan-bulan itu," jelas UAH.

Wallahu a'lam.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence