Liputan6.com, Jakarta Merawat orang sakit memerlukan waktu dan tenaga yang tak sedikit. Ada situasi di mana seseorang perlu merawat anggota keluarganya yang sakit seorang diri hingga terlewat waktu shalat.
Lantas, bagaimana hukumnya bagi orang yang menunggui tersebut, apakah shalat boleh di-qadha (diganti)?
Baca Juga
Menurut Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, Ustaz Sunnatullah, shalat merupakan salah satu pilar utama dalam ajaran Islam. Shalat adalah ibadah yang ditetapkan langsung oleh Allah melalui wahyu-Nya dalam Al-Quran, dan diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad saw.
Advertisement
Kewajiban ibadah yang satu ini telah disebut secara jelas, baik dalam Al-Quran maupun hadits. Salah satunya sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran:
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin,” (QS An-Nisa’: 103).
Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya menyebutkan, shalat merupakan ibadah yang menjadi pilar penting dan tiang agama Islam. Nabi saw menggambarkan shalat sebagai fondasi utama yang menopang seluruh bangunan keimanan seorang Muslim. Rasulullah bersabda:
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْ هَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ
Artinya: “Shalat adalah tiang agama. Siapa saja yang menunaikannya, maka ia menegakkan agama, dan siapa saja meninggalkannya, maka ia telah meruntuhkan agama,” (HR At-Thabarani) mengutip NU Online, Jumat (27/9/2024).
Shalat adalah Kewajiban yang Tidak Bisa Ditinggalkan
Dari ayat dan hadits di atas dapat dipahami, shalat adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan apapun.
“Berkaitan dengan pertanyaan di atas, perlu penulis jelaskan, bahwa penjaga pasien di rumah sakit atau lainnya hanyalah sekadar penjaga, yang tidak memiliki peran urgen bagi kesehatan dan kesembuhan pasien sebagaimana dokter,” kata ustaz Sunnatullah.
“Dengan demikian, keberadaan dan ketiadaannya tidak sepenting dokter dalam hal-hal yang berkaitan langsung dengan pengobatan,” tambahnya.
Advertisement
Tidak Termasuk Uzur Shalat
Selain itu, lanjut Ustaz Sunnatullah, menjaga pasien tidaklah termasuk dari uzur-uzur shalat, sehingga orang yang menjaga pasian tetap wajib menunaikan shalat.
Adapun tugas menjaganya bisa digantikan kepada yang lain saat menunaikan shalat yang hanya perlu beberapa menit.
Sedangkan yang dimaksud uzur shalat dalam konteks ini adalah orang tidak dosa apabila mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya. Uzur shalat hanya ada dua, yaitu tidur dan lupa.
Orang yang tidur sebelum masuk waktu shalat, kemudian terbangun setelah keluarnya waktu, maka tidak dosa baginya. Begitu juga orang yang lupa, ia juga tidak berdosa disebabkan kelupaannya.
“Sebab itu, keduanya mendapatkan dispensasi dalam Islam karena tidur dan lupa memang bukan dalam kendali manusia.”
Orang yang Jaga Pasien di RS Harus Tunaikan Shalat
Syekh Salim bin Abdillah Al-Hadrami menerangkan:
أَعْذَارُ الصَّلاَةِ اِثْنَانِ: أَيْ لاَ يَأْثَمُ مَنْ أَخَّرَ الصَّلاَةَ عَنْ وَقْتِهَا بِسَبَبِهَا، النَّوْمُ وَالنِّسْيَانُ
Artinya: “Uzur-uzur shalat itu ada dua, maksudnya adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya dengan sebab tersebut tidak berdosa, yaitu; (1) tidur; dan (2) lupa,” (Nailur Raja bi Syarhi Safinatin Naja, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 59-60).
Sebab itu, orang yang menjaga pasien di rumah sakit atau lainnya tidak boleh meninggalkan shalat, karena kondisi tersebut tidak masuk dalam kategori uzur shalat.
Jika dalam kondisi ini ia meninggalkan shalat, maka ia berdosa. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syekh Nawawi Banten:
فَتَجِبُ الصَّلاَةُ فِي هَذِةِ الْأَوْقَاتِ وَتَقْدِيْمُهَا عَلَيْهَا وَتَأْخِيْرُهَا عَنْهَا مِنْ أَكْبَرِ الْمَعَاصِي وَأَفْحَشِ السَّيِّئَاتِ
Artinya: “Maka wajib menunaikan shalat pada waktu-waktu tersebut. Adapun mengedepankan shalat dari waktunya atau mengakhirkan shalat dari waktunya, merupakan paling besarnya maksiat dan paling jeleknya perbuatan jelek,” (Sullamul Munajah ‘ala Safinatis Shalah, [Beirut,Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 27).
Karena itu, shalat adalah kewajiban mutlak yang harus dijaga oleh semua umat Islam yang sudah baligh, berakal, laki-laki maupun perempuan, serta suci dari haid dan nifas bagi wanita. Orang-orang yang sudah memenuhi syarat wajib tersebut, tidak boleh baginya untuk meninggalkan shalat dalam kondisi apapun, termasuk menjaga orang sakit.
“Bila terlanjur tidak shalat bagaimana? Perlu diketahui, setiap kewajiban dalam Islam harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dan waktunya. Jika tidak memungkinkan, sebagaimana dalam pertanyaan di atas, maka tetap diwajibkan untuk menggantinya atau qadha di luar waktu yang telah ditentukan.”
Misal tidak shalat Dzuhur pada waktunya, maka hendaknya mengganti shalat tersebut sesegera mungkin; atau kalau masih sangat sibuk mengurus orang yang sakit, maka bisa mengikuti pendapat yang membolehkan penundaan shalat qadha, sebagaimana pendapat Sayyid Abdullah Al-Hadad, asalkan jangan sampai menyepelekannya.
وَيَلْزَمُ التَّائِبَ أَنْ يَقْضِيَ مَا فَرَّطَ فِيْهِ مِنَ الْوَاجِبَاتِ كَالصَّلاَةِ وَالصَّوْمِ وَالزَّكاَةِ لاَ بُدَّ لَهُ مِنْهُ وَيَكُوْنُ عَلىَ التَّرَاخِي وَالْاِسْتِطَاعَةِ مِنْ غَيْرِ تَضْيِيقٍ وَلَا تَسَاهُل
Artinya: "Dan wajib bagi orang yang bertobat untuk mengqadha (mengganti) kewajiban-kewajiban yang ia lalaikan, seperti shalat, puasa, dan zakat. Ia harus melakukannya, namun dapat dilakukan secara bertahap dan sesuai kemampuan, tanpa kesempitan waktu dan tanpa menyepelekannya," (Abdurrahman Al-Hadrami, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, tt], halaman 71).
Advertisement