Sukses

Kiamat TB di Indonesia: Kasus Tembus 1 Juta, Bagaimana Nasib Anak-anak Kita?

Indonesia Darurat! Kasus Tuberkulosis Anak Melonjak, Waspadai Gejalanya Sekarang!

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia termasuk dalam delapan negara yang menyumbang dua per tiga kasus tuberkulosis (TB) di seluruh dunia. Hasil survei tertulis tahun 2023 menunjukan bahwa prevalensi TB paru berdasarkan kelompok umur di bawah satu tahun yaitu 0.08 persen, umur 1-4 tahun 0.42 persen dan kelompok 5-12 tahun 0.18 persen.

Hal ini disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti.

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa kasus TBC di Indonesia sudah tembus 1 juta, tepatnya 1.060.000 kasus.

“Angka ini adalah yang tertinggi yang pernah ada,” kata Nopian dalam Kelas Orangtua Hebat (Kerabat) seri 9 Tahun 2024 dengan tema “Kenali dan Cegah Tuberkulosis (TB) pada Anak Usia Dini secara hybrid Kamis (26/09/2024).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus TB terbanyak kedua di dunia setelah India. Insiden kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2023, ditemukan sekitar 809.000 kasus TB.

Sementara, dokter spesialis obstetri dan ginekologi Hasto Wardoyo mengatakan, naiknya kasus TB di tahun 2022 setelah pandemi itu sangat pesat.

“Belum pernah kasus TBC setinggi di tahun 2022 jumlah kasusnya, ini menunjukkan bahwa vaksin BCG itu kemungkinan memang sangat terganggu ketika ada pandemi,” ujar Hasto mengutip keterangan pers, Jumat (27/9/2024).

TB pada balita itu cukup serius karena akan mengganggu pertumbuhan sekaligus otak juga akan terganggu pertumbuhan dan perkembangannya otomatis membuat SDM kita tidak unggul stunting dan seterusnya,” tambah Hasto.

2 dari 4 halaman

TB Resisten Obat

Ditambah, lanjut Hasto, sekarang sudah ada TB yang resisten obat. Untuk itu, para ibu harus hati-hati dan melengkapi vaksinasi.

“Begitu lahir, anak divaksinasi untuk mencegah kejadian TB. TB meningkat terus, TB pada anak-anak meningkat terus, dan kemudian ada TB yang jenis baru dalam arti dia kebal terhadap obat. Jadi kalau TB itu kebal terhadap obat maka dikasih obat apa saja ya mental gitu tidak mempan,” papar Hasto.

Selain menggencarkan vaksinasi, menjaga kesehatan lingkungan juga tak kalah penting. Pasalnya, TB juga disebabkan oleh rumah yang kumuh.

“Jadi rumah-rumah yang kumuh kurang ventilasi kemudian mungkin lembap gitu maka kemudian mereka cepat sekali bisa (TB). Kalau satu ada yang kena TB kemudian juga menular kepada yang lain,” jelas Hasto.

3 dari 4 halaman

Anak-Anak Rentan Kena TB

Anak-anak terutama yang dibawah umur lima tahun adalah kelompok yang rentan terkena penyakit TB.

Kemenkes mencatat, ada 100.726 anak di Indonesia yang terjangkit TB pada 2022. Jumlah tersebut merupakan anak berusia 0-14 tahun. Secara rinci, ada 57.024 anak yang terkena TB berusia 0-4 tahun.

Menurut dokter spesialis anak konsultan saluran napas dan paru anak (respirologi) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Fahrul Udin, TB adalah penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri yang bisa menular melalui udara. Selain menyerang paru-paru, ternyata TB dapat menyerang organ kulit, mata dan organ lainnya.

“Anak-anak adalah yang sangat rentan karena sistem imun mereka belum berkembang sempurna, inilah pentingnya pengetahuan bagi orangtua untuk lebih sadar gejala dan cara pencegahan terkait TBC,” kata Fahrul.

4 dari 4 halaman

Apa Gejala TB pada Anak?

Fahrul menambahkan, TB dapat menular melalui udara terutama saat yang terinfeksi batuk atau bersin. Setiap orang bersin mengeluarkan 1000 kuman.

Anak lebih rentan tertular TB apabila ada anggota keluarga terjangkit TB aktif. Ventilasi di rumah yang buruk juga memperbesar risiko penularan karena kuman berputar di dalam rumah.

“Sebaiknya rumah terpapar sinar matahari karena kuman dapat mati terkena sinar matahari.”

Adapun gejala TB pada anak yang harus diwaspadai orangtua adalah:

  • Batuk berkepanjangan yakni batuk tidak pernah berhenti, bukan hilang timbul, selama lebih dari dua minggu;
  • demam lebih dari dua minggu;
  • penurunan berat badan;
  • anak berkeringat di malam hari padahal ruangan dingin dan tidak ada aktivitas fisik;
  • anak kurang aktif dan lemas;
  • ada pembengkakan kelenjar getah bening.