Sukses

Sinetron Kerap Tampilkan Adegan Kaget hingga Serangan Jantung, Apa di Dunia Nyata Bisa Begitu?

Apakah adegan serangan jantung di sinetron dapat terjadi di dunia nyata?

Liputan6.com, Jakarta - Sinetron Indonesia kerap menampilkan adegan orang kaget hingga serangan jantung. Dalam tayangan televisi itu, biasanya serangan jantung ini dialami oleh orang tua dengan menyentuh dada hingga tak sadarkan diri usai mendengar kabar buruk.

Lantas, apakah reaksi seperti ini memang benar terjadi pada pasien serangan jantung di dunia nyata?

Hal ini mendapat penjelasan dari dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS EMC Cikarang Mailani Karia Akhmad. Menurutnya, reaksi seperti di sinetron soal serangan jantung kurang lebih benar.

“Itu kurang lebih benar karena salah satu pemicu dari serangan jantung adalah stres. Ini termasuk tekanan-tekanan psikis dari luar, mungkin habis berantem dengan pacar, habis dimarahin orangtua itu bisa saja ada hubungannya,” jelas Mailani dalam Healthy Monday bersama Liputan6.com edisi Kenali Penyakit Jantung Koroner, Jangan Menunggu Sampai Terlambat, Senin (30/9/2024).

Meski begitu, Mailani menyebut bahwa perlu dilihat kembali gejala-gejala yang ada apakah sesuai dengan serangan jantung atau tidak.

“Tapi kita juga harus lihat kembali apakah gejalanya memang betul sesuai dengan gejala-gejala serangan jantung dan apakah memiliki faktor risiko. Tapi stres memang salah satu pencetus dan faktor risiko dari serangan jantung,” tambah Mailani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenal Penyakit Jantung Koroner

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS EMC Sentul Chorniansyah Indriyanto Rahayu menjelaskan soal penyakit jantung koroner.

Menurutnya, penyakit jantung koroner adalah terganggunya aliran atau sumbatan pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan otot jantung tak dapat memompa jantung seperti seharusnya.

Penyakit jantung koroner dapat dipicu oleh berbagai hal seperti hipertensi, diabetes, kolesterol yang tinggi, merokok, dan riwayat keluarga.

“Kalau family history (riwayat keluarga) misalnya pasien punya orangtua kandung atau saudara kandung yang punya riwayat serangan jantung ada sudden death (kematian mendadak) di bawah umur 50 tahun,” kata Chorniansyah.

“Jika ada family history faktor risikonya meningkat dua sampai empat kali lipat untuk kemungkinan kena penyakit jantung,” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Tanda-Tanda Khas Penyakit Jantung Koroner

Chorniansyah menambahkan, ada beberapa tanda atau gejala dari penyakit jantung koroner, termasuk:

Nyeri Dada

Nyeri dada pada pasien jantung koroner cenderung berat dan tumpul. Seperti ditekan, diremas, diinjak, atau dihimpit, bisa juga terasa panas.

“Biasanya pasien tidak bisa melokalisasi (menunjuk titik nyeri) secara jelas. Dia (pasien) biasanya tidak bisa menunjuk dengan satu jari tapi sebagian besar di dada sebelah kiri,” jelas Chorniansyah.

Keluhan ini bisa datang tiba-tiba atau progresif alias berkembang secara bertahap. Gejala ini tidak pula dapat hilang dengan perubahan posisi tubuh.

“Udah miring kiri, miring kanan, dibatukkan, tarik napas, buang napas, tetap tidak berkurang nyeri dadanya. Terus nyerinya bisa menjalar ke lengan kiri, ke dada kanan, tembus ke punggung maupun ke leher seperti tercekik.”

Banyak Berkeringat

Gejala lain dari penyakit jantung koroner adalah mual, muntah, dan keringat dingin.

“Biasanya pasien akan mengeluh keringatnya sampai bercucuran, sampai seperti bulir-bulir jagung. Pasien bisa ganti baju sampai dua kali saking basahnya,” papar Chorniansyah.

4 dari 4 halaman

Apakah Penyakit Jantung Koroner Bisa Disembuhkan?

Lantas, apakah penyakit jantung koroner bisa disembuhkan?

Hal ini mendapat jawaban dari Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Grha Kedoya dan RS EMC Pulomas Ronaldi.

“Saya kira jawaban yang tepat adalah kita bisa kendalikan dengan baik. Kita bisa modifikasi faktor risiko. Jadi penyakit jantung koroner yang lebih tepat saya kira bisa dikendalikan dengan baik, jadi bukan disembuhkan total,” ujar Ronaldi.

Modifikasi faktor risiko yang dimaksud oleh Ronaldi adalah jika ada hipertensi makan kontrol tekanan darahnya, jika ada kencing manis maka kendalikan asupan gulanya.

“Semua ini akan mencegah terjadinya gangguan lebih lanjut penyakit jantung koroner yang sifatnya berulang,” kata Ronaldi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.