Sukses

Jangan Asal Minum Antibiotik, Ini Dampak Mengerikan yang Bisa Terjadi!

Fakta Mengejutkan tentang Antibiotik, Salah Minum Bisa Memicu Superbug! Dampak Mengerikan Mengintai Kesehatan

Liputan6.com, Jakarta - Antibiotik sering dianggap sebagai 'penyelamat' ketika tubuh terserang infeksi bakteri. Namun, tahukah kamu bahwa minum antibiotik yang sembarangan bisa memicu masalah kesehatan yang jauh lebih serius?

Salah satu dampak paling mengerikan dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat adalah munculnya bakteri yang resisten atau kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, pengobatan akan jauh lebih sulit dan infeksi menjadi semakin berbahaya.

Apa yang Dimaksud Resistensi Antibiotik?

Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri di dalam tubuh tidak lagi bisa diatasi oleh antibiotik yang biasanya digunakan untuk membunuhnya. Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, kondisi ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan.

Misalnya, minum antibiotik tanpa resep dokter, salah dosis, atau tidak menghabiskan obat sesuai durasi yang ditentukan. "Contohnya, ada orang yang minum obat antibiotika-nya hanya sehari sekali. Padahal, dosis yang seharusnya diminum itu tiga kali sehari. Maka, bakterinya jadi resisten, kebal," kata Syahril seperti dikutip dari Sehat Negeriku pada Senin, 7 Oktober 2024.

Ketika bakteri sudah kebal terhadap antibiotik, tubuh tidak bisa lagi melawan infeksi dengan cara yang sama. Hal ini membuat bakteri berkembang biak, menyebar, dan berpotensi menjadi lebih ganas. Salah satu contoh nyata adalah kasus tuberkulosis resisten obat, dikenal sebagai Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB).

2 dari 3 halaman

Apakah TB yang Resistan Obat Dapat Diobati?

MDR-TB terjadi ketika bakteri penyebab TB menjadi kebal terhadap obat-obatan yang biasa digunakan. Namun, apakah TB yang resistan obat ini masih bisa disembuhkan?

MDR-TB terjadi ketika bakteri tuberkulosis tidak lagi dapat dibunuh oleh obat-obatan lini pertama seperti rifampisin, isoniazid (INH), etambutol, dan pirazinamid. Pengobatan TB biasanya berlangsung selama enam bulan dengan dua tahap.

Pada dua bulan pertama, pasien harus minum empat jenis obat tersebut setiap hari. Selanjutnya, selama empat bulan berikutnya, pengobatan dilanjutkan dengan dua jenis obat saja. Namun, resistensi muncul jika pasien tidak disiplin mengonsumsi obat sesuai anjuran.

Kalau obatnya diminum hanya sebulan, apalagi hanya dua minggu, Syahril mengatakan bahwa bakteri TB akan kebal dan pengobatannya menjadi jauh lebih sulit. 

Meskipun terdengar menakutkan, kabar baiknya adalah TB yang resistan obat masih bisa diobati. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), MDR-TB dapat disembuhkan menggunakan obat lini kedua.

Namun, pengobatan ini lebih kompleks karena membutuhkan berbagai macam obat yang lebih mahal dan sering kali memiliki efek samping lebih berat dibanding pengobatan lini pertama.

3 dari 3 halaman

Bagaimana Cara Menghindari Terjadinya Resistensi Antibiotik?

Salah satu langkah terpenting untuk menghindari resistensi antibiotik adalah selalu menggunakan antibiotik sesuai dengan resep dan rekomendasi dokter. Menurut Syahril, antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi medis yang tepat, terutama untuk infeksi bakteri.

Hindari mengonsumsi antibiotik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti batuk atau pilek. Ini adalah kesalahan yang sering terjadi, padahal virus tidak bisa dilawan dengan antibiotik.

Jika gejala penyakit ringan, cobalah pengobatan tradisional terlebih dahulu, seperti mengompres, minum banyak air putih, dan makan makanan bergizi. Jika gejala tidak kunjung sembuh, barulah konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan obat yang tepat.

Â