Liputan6.com, Jakarta - Salah satu fokus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto adalah percepatan pembangunan rumah sakit di daerah terpencil.
“Beliau (Prabowo Subianto) meminta harus ada program membangun rumah sakit-rumah sakit terutama di daerah tertinggal,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Jakarta, Senin (21/10/2024).
Baca Juga
Terkait salah satu program unggulan bidang kesehatan ini, peneliti global health security Dicky Budiman memberi masukan untuk Prabowo Subianto dan Budi. Dicky menilai, diperlukan perencanaan yang rinci dan terukur, dengan penetapan timeline dan key performance indicators (KPI) yang jelas.
Advertisement
Dicky pun merinci saran rencana aksi 100 hari pertama Kemenkes terkait program percepatan pembangunan rumah sakit di daerah terpencil sebagai berikut:
Bulan 1-2: Pemetaan dan Perencanaan
Di bulan pertama dan kedua, beberapa hal yang perlu dilakukan menurut Dicky adalah:
Identifikasi Lokasi Prioritas
Identifikasi lokasi prioritas pembangunan rumah sakit dapat dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa, dan pemerintah daerah (Pemda).
“Identifikasi 40 daerah terpencil yang membutuhkan rumah sakit atau peningkatan fasilitas (misalnya, Maluku, Papua, NTT). Fokus pada wilayah dengan akses kesehatan rendah dan insidensi penyakit menular tinggi,” saran Dicky lewat keterangan tertulis dikutip Rabu (23/10/2024).
Skema Pembiayaan
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan di bulan pertama dan kedua adalah memetakan alokasi pendanaan termasuk:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
- Skema Public-Private Partnership (PPP) untuk percepatan pembangunan.
Tak lupa, kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi internasional yang fokus pada peningkatan akses layanan kesehatan di daerah terpencil.
Advertisement
Bulan 3: Implementasi Awal
Di bulan ketiga, pembangunan atau renovasi dimulai di 50 persen Lokasi prioritas.
“Pembangunan fisik dimulai di 50 persen dari 40 lokasi terpilih,” saran Dicky.
Pembangunan ini dapat fokus pada layanan kegawatdaruratan, bersalin, penyakit menular, dan tuberkulosis (TBC). Sambil menunggu pembangunan selesai, implementasi telemedicine sebagai solusi sementara.
Penempatan Tenaga Kesehatan
Penempatan tenaga kesehatan juga mulai dilakukan dengan mengalokasikan minimal 500 tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan esensial lainnya) ke daerah terpencil yang kekurangan layanan medis.
Ini dapat bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kemenkes, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk beasiswa dan program penempatan dokter spesialis.
Key Performance Indicators (KPI)
Sementara, Key Performance Indicators (KPI) dari program ini dapat mencakup:
Pembangunan Rumah Sakit
Sebanyak 50 persen dari 40 rumah sakit lokasi prioritas harus memulai konstruksi atau renovasi dalam 100 hari. Target ini didasarkan pada rencana prioritas infrastruktur di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan kapasitas kontraktor.
Akses Telemedicine
Sebanyak 40 persen dari populasi di daerah terpencil perlu mendapatkan akses telemedicine sebagai alternatif layanan kesehatan selama pembangunan berjalan.
Penempatan Tenaga Kesehatan
Minimal 80 persen dari 500 tenaga kesehatan yang dialokasikan harus terdistribusi ke 40 lokasi prioritas. Penempatan ini akan dipantau secara ketat dengan kolaborasi Pemda dan instansi kesehatan terkait.
Monitoring dan Pengawasan
Pengawasan dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran pembangunan rumah sakit dan alokasi tenaga kesehatan. Audit khusus dilakukan di lokasi dengan prioritas pembangunan untuk memastikan transparansi,” kata Dicky.
Advertisement