Sukses

Fakta di Balik Apakah Tidur di Lantai Bisa Terkena Paru-Paru Basah, Ini Kata Dokter Tirta

Mitos tidur di lantai menyebabkan paru-paru basah telah terjawab. Dokter Tirta menjelaskan tidur di lantai mungkin tidak nyaman, tapi tidak berbahaya.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah masyarakat, banyak beredar mitos seputar kesehatan yang sering kali menimbulkan kebingungan. Salah satu anggapan yang paling umum adalah bahwa tidur di lantai dapat menyebabkan paru-paru basah.

Banyak orang percaya akan hal ini dan merasa khawatir untuk tidur di lantai karena takut kesehatan mereka terganggu. Namun, seberapa benarkah mitos ini?

Dalam sebuah sesi podcast bersama Raditya Dika, dokter dan influencer kesehatan Tirta Mandira Hudhi, yang lebih dikenal sebagai Dokter Tirta, memberikan penjelasan yang jelas mengenai kesalahpahaman ini.

Dengan gaya komunikatif yang khas, Dokter Tirta menegaskan bahwa anggapan bahwa tidur di lantai menyebabkan paru-paru basah hanyalah mitos.

Dokter Tirta menjelaskan bahwa beberapa orang bahkan mengaitkan kebiasaan tidur di lantai dengan risiko penyakit jantung, beranggapan bahwa paru-paru basah dapat memicu masalah jantung.

Namun, dia menegaskan bahwa pneumonia adalah kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, bukan karena tidur di atas lantai yang dingin.

Pentingnya Kesadaran akan Paru-Paru Basah

Meski tidur di lantai tidak menyebabkan paru-paru basah, Tirta mengingatkan bahwa jika seseorang sudah mengalami kondisi tersebut, situasinya bisa sangat serius dan bahkan mengancam nyawa. Dia, mengatakan,"Kalau paru-paru basah, udah mati kau tenggelam. Enggak tahu caranya gimana, kau mati pasti."

Perlindungan Alami Paru-Paru

Lebih lanjut, Dokter Tirta menjelaskan bahwa paru-paru kita dilindungi oleh cairan alami yang membantu mengurangi gesekan saat paru-paru mengembang dan mengempis.

Suhu dingin dari lantai mungkin membuat tubuh terasa tidak nyaman, tetapi tidak sampai menyebabkan infeksi atau penyakit serius. Secara keseluruhan, tidur di lantai tidaklah berbahaya bagi kesehatan paru-paru.

Dokter Tirta menegaskan,"Tidur di lantai tuh enggak masalah, cuma kedinginan aja, tidak menyebabkan paru-paru basah." Oleh karena itu, penting untuk memahami fakta kesehatan yang benar agar tidak terjebak dalam mitos yang menyesatkan.

2 dari 4 halaman

Apa Akibat Sering Tidur di Lantai?

Tidur di lantai sering kali menjadi topik perdebatan, terutama mengenai dampaknya terhadap kesehatan. Meskipun tidur di lantai tidak secara langsung menyebabkan paru-paru basah, Dr. Tirta mengingatkan bahwa melakukannya dalam suhu yang sangat dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia.

Apa Itu Hipotermia?

Hipotermia adalah kondisi serius yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya untuk memproduksi panas. Hal ini dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik.

Dr. Tirta menekankan bahwa hipotermia yang dimaksud bukanlah dalam konteks yang ekstrem, seperti yang terjadi di Gunung Everest, yang memang dapat menyebabkan pneumonia.

Mitos Tidur di Lantai

Banyak orang mempercayai mitos bahwa tidur di lantai dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Dr. Tirta berpendapat bahwa mitos ini perlu dibantah secara terus-menerus.

Dia menyatakan,"Anda boleh tidur di lantai atau di mana saja sesuai pilihan Anda, yang terpenting adalah jangan tidur di jalanan." Pernyataan ini disampaikan dengan nada humor, yang membuat suasana menjadi lebih ringan.

 
3 dari 4 halaman

Apakah Tidur di Lantai Bisa Terkena Paru-Paru Basah?

Menurut dr. Taufik Indrawan, SpPD, seorang ahli penyakit dalam di RSUP Dr. Sardjito, anggapan bahwa tidur di lantai dapat menyebabkan paru-paru basah tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat.

Dalam sesi siaran langsung di akun Instagram Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada 2 Mei 2024, dr. Taufik menegaskan bahwa tidak ada penelitian yang menunjukkan hubungan langsung antara tidur di lantai dan risiko pneumonia.

Mitos Mandi Malam dan Kesehatan Paru-Paru

Penjelasan dr. Taufik juga mencakup mitos lain yang sering beredar, yaitu mandi malam yang sering dikaitkan dengan munculnya paru-paru basah.

Dia menjelaskan bahwa pneumonia merupakan peradangan pada jaringan paru-paru yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur. Infeksi ini menyebabkan alveoli, atau kantong udara di paru-paru, terisi dengan cairan atau nanah, sehingga mengganggu proses pernapasan.

Fakta Tentang Pneumonia

Pneumonia adalah kondisi serius yang memerlukan perhatian medis, dan penyebab utamanya bukanlah tidur di lantai atau mandi malam. Untuk melindungi kesehatan paru-paru, penting bagi masyarakat untuk memahami fakta-fakta medis yang benar dan tidak terjebak dalam mitos yang tidak berdasar.

 
4 dari 4 halaman

Apakah Paru-Paru Basah Bisa Disebabkan oleh Kipas Angin?

Tidur di lantai mungkin aman dari risiko paru-paru basah, namun penggunaan kipas angin perlu diperhatikan dengan seksama. Menurut dr. Taufik, meskipun kipas angin tidak secara langsung menyebabkan pneumonia, cara penggunaannya yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko infeksi.

Pentingnya Memahami Fungsi Kipas Angin

Kipas angin tidak dilengkapi dengan sistem penyaring udara. Saat digunakan, kipas angin akan mendistribusikan udara di sekitarnya, yang mungkin mengandung debu dan kuman, kembali ke tubuh kita. Hal ini dapat menjadi masalah, terutama di ruangan dengan ventilasi yang buruk.

Risiko Infeksi Paru-paru

Debu dan partikel kuman yang terhirup dapat masuk ke dalam paru-paru, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi, terutama bagi individu dengan sistem imun yang lemah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan udara di sekitar kita sangatlah penting.

Pentingnya Menghindari Kipas Angin Saat Sakit

Jika ada anggota keluarga yang sedang sakit, dr. Taufik menyarankan untuk tidak menggunakan kipas angin. Penggunaan kipas angin dalam kondisi ini dapat mempercepat penyebaran kuman di dalam ruangan, yang dapat membahayakan kesehatan orang lain.

Dengan memahami risiko yang terkait dengan penggunaan kipas angin, kita dapat lebih bijaksana dalam menjaga kesehatan, terutama dalam menjaga kebersihan udara di lingkungan kita.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence