Sukses

Bahaya di Balik Jajanan Viral, Apa Penyebab Latiao Ditarik BPOM?

Mengapa Latiao Ditarik BPOM? Ini Penyebabnya Jajanan Viral Asal Tiongkok, Latiao Kini Masuk Daftar Hitam BPOM RI.

Liputan6.com, Jakarta - Produk jajanan asal Tiongkok bernama latiao menjadi perhatian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM RI).

Keputusan penarikan produk ini didasari oleh kasus keracunan yang dialami anak-anak di beberapa wilayah Indonesia seperti Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.

Gejalanya meliputi muntah, pusing, dan beberapa anak bahkan harus dilarikan ke rumah sakit.

Latiao Terbuat Dari Apa?

Latiao adalah makanan ringan olahan dari tepung yang memiliki tekstur kenyal dan rasa pedas gurih. Jajanan ini cukup viral di media sosial dan sangat populer di kalangan masyarakat Tiongkok. Sayangnya, meski populer, produk ini kini terindikasi tidak aman dikonsumsi.

Ada Kontaminasi Bakteri di Produk Latiao

BPOM, bekerja sama dengan instansi terkait di berbagai daerah, segera melakukan uji laboratorium terhadap sampel latiao dari beberapa lokasi. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, mengatakan, hasil uji menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Bacillus cereus.

Bakteri ini berbahaya karena dapat menghasilkan toksin yang menyebabkan gejala keracunan seperti sakit perut, pusing, mual, dan muntah. Gejala yang serupa dengan yang dialami anak SD keracunan latiao di 7 daerah. 

2 dari 4 halaman

Tindakan BPOM untuk Melindungi Masyarakat

Merespons kejadian luar biasa ini, Taruna Ikrar menginstruksikan agar semua produk latiao yang terkontaminasi segera ditarik dan dimusnahkan.

Tak hanya itu, BPOM juga melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas penyimpanan produk dan menemukan pelanggaran pada prosedur Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB).

BPOM pun memerintahkan agar semua tautan penjualan latiao di platform daring ditutup.

 

3 dari 4 halaman

Keamanan Konsumen di Atas Segalanya

BPOM kini menangguhkan sementara registrasi produk latiao di Indonesia dan akan terus memantau serta mengevaluasi perkembangan kasus ini. Langkah ini diambil demi keamanan konsumen, terutama anak-anak, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Dengan penarikan latiao ini, BPOM mengingatkan pentingnya menjaga keamanan pangan, terutama pada produk impor.

Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memilih jajanan bagi anak-anak dan selalu memperhatikan izin edar BPOM sebelum membeli produk makanan.

4 dari 4 halaman

Apa Peran Bacillus Cereus?

Bacillus cereus sering kali menjadi perhatian dalam kasus keracunan makanan. Namun, bakteri berbentuk batang ini ternyata punya peran lebih dari sekadar membuat orang muntah dan sakit perut.

Menurut hasil penelitian yang dipublikasikan di National Library of Medicine, PubMed Central, sebagai bakteri yang dapat hidup di lingkungan kaya oksigen maupun tanpa oksigen, Bacillus cereus mampu bertahan dalam kondisi sulit dan menjadi penyebab infeksi, baik pada saluran pencernaan maupun organ lain.

Zat Berbahaya yang Dihasilkan Bacillus cereus

Bacillus cereus memproduksi berbagai zat yang dapat merusak jaringan tubuh, disebut sebagai faktor virulensi.

Zat-zat berbahaya ini termasuk enterotoksin, toksin emetik (cereulide) yang menyebabkan muntah, hemolisin, fosfolipase, dan enzim-enzim seperti protease serta beta-laktamase yang membuat bakteri ini kebal terhadap beberapa antibiotik, seperti dikutip dari situs Science Direct.

Toksin-toksin tersebut berperan besar dalam menyebabkan gejala keracunan makanan maupun infeksi lain yang lebih serius.

Penyebab Infeksi di Luar Saluran Pencernaan

Meski umumnya dikenal sebagai penyebab keracunan makanan, Bacillus cereus juga bisa menyebabkan infeksi di luar saluran pencernaan.

Kasus infeksi serius yang dilaporkan meliputi pneumonia mirip antraks, sepsis yang cepat memburuk, hingga infeksi sistem saraf pusat pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Infeksi ini terutama terjadi pada individu yang rentan seperti bayi baru lahir, pengguna obat intravena, atau pasien pasca-operasi yang menggunakan alat medis seperti kateter.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence