Sukses

Laksanakan Quick Win Penanganan TB, Kemenkes Targetkan 900 Ribu Skrining Tahun Ini

Guna melaksanakan program quick win penanganan tuberkulosis, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan menaikan target skrining TBC hingga 900 ribu.

Liputan6.com, Jakarta - Program percepatan atau quick win penanganan tuberkulosis (TBC) adalah salah satu program yang dititipkan Presiden Prabowo Subianto pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Guna melaksanakan program tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan menaikan target skrining TBC hingga 900 ribu.

“Saya udah lapor ke Pak Menko (Pratikno) tuh kemarin juga udah lapor ke presiden kita kan TBC itu nomor dua di dunia ada 1 juta orang. Waktu COVID itu yang ketahuan cuma 400 ribuan jadi bayangkan banyak yang masih jalan-jalan ketularan,” kata Budi dalam HAi Fest di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (8/11/2024).  

“Nah sekarang target kita, kita naikin dulu (deteksinya) sama kaya COVID ya, kalo COVID dulu kan kita karantina orangnya, kalau TBC udah ada obatnya. Tahun ini target kita mau naik (skrining) ke 900 ribu, jadi dulu 400 ribu 2022 naik ke 700-800 nah sekarang 900,” tambahnya.

Sementara di 2025, pihaknya berharap bisa mencapai satu juta tes. Jadi dari 1.080 dapat ditemukan sekitar 1 juta kasus TB.

“Nah, itu mereka akan kita kasih obatnya dan bisa sembuh kok,” ujarnya.

2 dari 4 halaman

Bangun Kemandirian Sistem Kesehatan dalam Negeri

Dalam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional ini, Budi juga menyampaikan harapannya agar sistem kesehatan Indonesia semakin mandiri.

“Hari ini kami undang Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Menko PMK Pratikno). Semua inovator alat kesehatan sama obat-obatan, perusahaan, industri datang ke sini. Harapannya adalah lebih banyak lagi industri alkes dan farmasi yang bisa dibangun di Indonesia supaya nanti kalau ada pandemi lagi kita bisa tahan nggak usah impor, beli aja produk kami,” kata Budi.

Budi menambahkan, pihaknya bukan ingin memonopoli pasar Indonesia tapi untuk membangun resiliensi atau ketahanan sistem kesehatan Indonesia agar siap menghadapi berbagai ancaman misalnya pandemi.

“Jadi, memang kita bukannya mau monopolistik harus produk nasional ya, approach-nya adalah kita harus bangun resiliensi security, kalau ada pandemi lagi obat-obatan sama vaksin itu harus tersedia di dalam negeri.”

“Untuk itu kita mesti membangun kapasitas produksi, bangunnya dengan cara apa? Nomor satu, izinnya dipermudah, udah dipermudah semua tuh sama bu Rizka (Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes),” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Ajak Industri Asing untuk Produksi Obat di Indonesia

Tak henti di situ, cara lain untuk membangun kapasitas produksi di Indonesia adalah menggunakan produk asing yang produksi obatnya di dalam negeri.

“Nomor dua, kita undang orang-orang asing. Kita mau pakai produk asing selama kualitasnya bagus dan harganya murah, tapi produksinya dalam negeri dong, kongsi lah mereka sama orang-orang Indonesia.”

Cara ketiga, pemerintah pasti akan membeli produk yang diproduksi dalam negeri, lanjut Budi, karena itu diperbolehkan.

“Anggaran berarti kan besar, dan anggaran pemda-pemda itu harus dibelikan ke dalam negeri. Jadi izinnya, kemudian kita undang ahlinya, kita ajak, permudah, kemudian afirmasi dari pembelian.”

4 dari 4 halaman

Bangga Buatan Indonesia

Terkait mekanismenya, Budi mengatakan hal ini sudah dibahas sejak era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

“Mekanismenya kan sejak Pak Jokowi kan udah dibikin ya bangga buatan indonesia, jadi ada namanya TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Itu dikunci dimasukin ke e-katalog kita.”

“Jadi kalau TKDN-nya rendah dia ke bawah atau hilang, tapi kalo TKDN-nya tinggi dia masuk, jadi bisa bikin, mekanismenya akan seperti itu,” paparnya.

Video Terkini