Liputan6.com, Jakarta - Dharma Pongrekun yang namanya mulai dikenal usai menjadi calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 02 mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan ada pandemi virus X.
"Kita lihat bersama ketika pandemi COVID-19, dalam waktu dekat ada pandemi lagi virus X. Dananya sudah turun. Apa kita mau lagi pandemic?" ucap Dharma usai debat Pilkada Jakarta 2024 di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2024).
Baca Juga
"Kita enggak mungkin bisa berkumpul seperti saat ini sekarang dan akan didenda Rp500 juta per orang, undang-undang macam apa ini," tambah Dharma Pongrekun.
Advertisement
Pernyataan Dharma Pongrekun mengundang tanggapan dari epidemiolog di Griffith University Australia, Dr. Dicky Budiman, B.Med MScPH PhD.
Menurutnya, pernyataan bahwa masyarakat perlu bersiap menghadapi pandemi di masa depan adalah tepat.
“Namun, perlu dipahami bahwa pandemi tidak bisa diprediksi secara pasti kapan akan terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan berdasarkan data ilmiah dan pola sejarah,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis dikutip Rabu (20/11/2024).
Sejarah menunjukkan, pandemi adalah peristiwa berulang, seperti yang terlihat dari flu Spanyol 1918, SARS 2003, MERS 2012, hingga COVID-19. Namun, prediksi spesifik tentang waktu dan jenis patogen sulit dilakukan. Dan yang jelas risiko tertinggi akan datang dari penyakit zoonosis khususnya virus.
Tetap Siap Siaga
Dicky menambahkan, sebagai persiapan untuk menghadapi risiko pandemi di masa depan maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yakni:
Monitoring
Organisasi seperti World Health Organization (WHO) dan jaringan ilmuwan global terus melakukan surveilans terhadap patogen-patogen baru. Terutama yang berasal dari zoonosis (penyakit dari hewan ke manusia).
Siapkan Sistem Kesehatan
Fokus pada penguatan sistem kesehatan masyarakat, termasuk vaksinasi, laboratorium, dan respons cepat terhadap wabah.
Pendidikan Masyarakat
Edukasi untuk meningkatkan pemahaman publik tentang mitigasi risiko kesehatan.
“Jadi, meskipun pandemi tidak bisa diprediksi secara pasti, masyarakat dan pemerintah harus selalu berada dalam kondisi siap siaga.”
Advertisement
Soal Bio Weapon untuk Membuat Pandemi COVID-19
Tak henti di situ, Dharma Pongrekun juga membahas soal kemungkinan senjata biologis atau bio weapon akan digunakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membuat pandemi COVID-19.
“Kalau kita alami pandemi lagi, tanda-tandanya sudah sangat jelas, anggaran sudah ada. WHO sudah amandemen International Health Regulation (IHR) memungkinkan potensi penggunaan bio weapon untuk membuat pandemi,” ujar Dharma.
“Undang-undangnya pun sudah siap, yaitu Undang-Undang Kesehatan yang disahkan tahun 2023 dengan pidana Rp500 juta bagi yang menolak divaksin bahkan bagi perusahaan bisa sampai Rp50 miliar, pidana penjara, bahkan ada hukuman mati. Bagi yang paham, ini adalah gong kematian bagi perusahaan,” tambahnya.
Hoaks dan Konspirasi yang Tidak Berdasar
Mendengar tersebut, Dicky menegaskan bahwa klaim itu tidak benar dan sudah termasuk hoaks atau teori konspirasi yang tidak berdasar.
“Informasi yang menyebut WHO melakukan amandemen IHR untuk memungkinkan penggunaan senjata biologis (bio weapon) adalah keliru dan termasuk hoaks atau teori konspirasi yang tidak berdasar,” ujar Dicky.
Menurutnya, WHO adalah organisasi internasional yang tugas utamanya justru melindungi kesehatan masyarakat global, termasuk mencegah penyalahgunaan patogen.
Dicky menjelaskan, IHR memang sedang dalam proses amandemen, tetapi tujuannya adalah memperkuat kerangka kerja internasional dalam menghadapi ancaman kesehatan global. Termasuk deteksi dini, pelaporan, dan respons terhadap wabah penyakit.
Di sisi lain, WHO sama sekali tidak mendukung atau terlibat dalam pengembangan senjata biologis. Sebaliknya, WHO mendukung Konvensi Senjata Biologis (Biological Weapons Convention) yang melarang penggunaan patogen untuk tujuan militer.
“WHO mengidentifikasi priority diseases seperti Ebola, Nipah virus, penyakit X (penyakit yang belum diketahui, tetapi berpotensi menimbulkan pandemi), untuk meningkatkan kesiapsiagaan global, bukan untuk menciptakan pandemi,” jelas Dicky.
“Hoaks seperti ini bisa menciptakan kebingungan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan global. Sebagai masyarakat, kita perlu bersikap kritis dengan hanya mempercayai sumber informasi terpercaya dan terverifikasi,” pungkasnya.
Advertisement