Meskipun mengalami gegar otak, banyak pemain dari sekolah tinggi sepak bola di Amerika Serikat mengatakan, tidak akan memberitahu pelatih bila mengalami gejala tersebut. Bahkan, para pemain juga akan menutupi rahasia itu sampai sakit kepala akibat cedera di lapangan terasa benar.
Dalam sebuah survei yang dilakukan pada 120 pemain sepak bola, 30 persen melaporkan menderita gegar otak, dan 90 persen mengakui risiko cedera serius jika kembali bermain terlalu cepat setelah mengalami gegar otak.
Sebagian besar siswa juga mengakui mengalami gejala gegar otak, seperti sakit kepala, pusing, kesulitan mengingat, kesulitan berkonsentrasi, dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
Namun, 53 persen mengatakan akan terus bermain walau mengalami cedera dan sakit kepala berkelanjutan. Hanya 54 persen menyatakan akan melaporkan gejala gegar otak ke pelatihnya.
Tentu, temuan ini memunculkan rasa khawatir di kalangan para dokter di Cincinnati Childrens Hospital Medical Center, di mana peneletian dilakukan.
"Kami belum menemukan titik, di mana kita dapat membuat rekomendasi kebijakan khusus untuk tim olahraga. Tapi, studi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa atlet muda tidak mau melaporkan gejala gegar otak," kata seorang rekan dari pengobatan darurat di Cincinnati Children, Dr Brit Anderson, Selasa (7/5/2013).
(Adt/Abd)
Dalam sebuah survei yang dilakukan pada 120 pemain sepak bola, 30 persen melaporkan menderita gegar otak, dan 90 persen mengakui risiko cedera serius jika kembali bermain terlalu cepat setelah mengalami gegar otak.
Sebagian besar siswa juga mengakui mengalami gejala gegar otak, seperti sakit kepala, pusing, kesulitan mengingat, kesulitan berkonsentrasi, dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
Namun, 53 persen mengatakan akan terus bermain walau mengalami cedera dan sakit kepala berkelanjutan. Hanya 54 persen menyatakan akan melaporkan gejala gegar otak ke pelatihnya.
Tentu, temuan ini memunculkan rasa khawatir di kalangan para dokter di Cincinnati Childrens Hospital Medical Center, di mana peneletian dilakukan.
"Kami belum menemukan titik, di mana kita dapat membuat rekomendasi kebijakan khusus untuk tim olahraga. Tapi, studi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa atlet muda tidak mau melaporkan gejala gegar otak," kata seorang rekan dari pengobatan darurat di Cincinnati Children, Dr Brit Anderson, Selasa (7/5/2013).
(Adt/Abd)