Liputan6.com, Jakarta Perubahan fisik akibat kanker membuat anak-anak pasien kanker kerap mendapatkan bullying atau perundungan. Kebanyakan anak-anak kena kanker mendapatkan bullying dalam bentuk verbal seperti disampaikan Ketua Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia (Pita Kuning) Tyas Amalia.
Biasanya bullying tersebut lantaran kondisi fisik yang mengalami perubahan. Misalnya botak akibat efek kemoterapi atau penggunaan kursi roda karena sulit berjalan.
Baca Juga
"Perbedaan fisik, yang tidak biasa ditemui pada teman seumurannya inilah yang menyebabkan anak pejuang kanker dapat perlakuan tidak menyenangkan,” jelas Tyas.
Advertisement
Selain perubahan fisik, menurut review sistematis yang dilakukan Collins dan kawan-kawan pada 2018 menunjukkan perubahan sosial juga berpengaruh dengan penerimaan anak dengan kanker di lingkungan sekitar. Ketika anak kurang terlibat pada aktivitas bermain dan bersekolah misalnya, membuat anak dengan kanker banyak menerima olokan dan target bullying.
Bullying yang dialami anak dengan kanker, baik di sekolah maupun lingkungan sekitar, berdampak pada psikologis dan sosial anak. Berdasarkan pengalaman di Pita Kuning, anak kanker yang memiliki badan kurus lalu punya rambut tipis atau botak kerap diledek dengan panggilan buruk oleh teman-temannya.
"Akhirnya ia jadi lebih suka menyendiri, tidak mau pergi ke sekolah, dan memilih untuk selalu memakai topi karena takut akan di-bully kembali,” cerita pendamping anak dengan kanker di Pita Kuning, Shaqila Noor.
Efek Bullying pada Pasien Kanker Anak
Selain penurunan prestasi dan putus sekolah, perundungan pada anak dengan kanker juga membawa dampak serius pada kesehatan mental.
Anak-anak ini kerap mengalami rasa takut atau cemas berlebihan, gangguan tidur, bahkan isolasi sosial karena kehilangan teman di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Kondisi ini menambah beban psikologis mereka di tengah perjuangan melawan kanker.
Advertisement
Cegah Anak dengan Kanker Jadi Korban Bullying
Pita Kuning, selaku yayasan yang bervisi meningkatkan kualitas hidup anak dengan kanker, melakukan advokasi kepada sekolah-sekolah dan lingkungan rumah anak Pita Kuning untuk menangani perundungan.
“Semula lingkungan sekolah mengira bahwa kanker itu menular, belum paham kenapa beberapa anak harus tinggal kelas karena pengobatan, akhirnya menjadi lebih paham. Hasilnya, bullying tidak terjadi kembali karena stigma negatif warga sekolah mengenai kanker pada anak dapat diatasi,” ungkap Tyas.
Kerja Sama Semua Elemen
Untuk membentuk lingkungan yang sepenuhnya aman diperlukan campur tangan seluruh elemen. Mulai dari keluarga, sekolah, pemangku kepentingan, hingga masyarakat secara luas.
“Sudah saatnya kita semua bergandengan tangan untuk menghentikan perundungan. Karena bermain, bersekolah, dan merasa aman adalah hak bagi seluruh anak,” tutup Tyas.
Advertisement