Sukses

Banyak Disalahgunakan, BPOM Usul ke Kemenkes agar Ketamin Masuk Psikotropika

BPOM usul ke Kementerian Kesehatan RI untuk memasukkan ketamin masuk dalam psikotropika.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengusulkan ke Kementerian Kesehatan RI untuk memasukkan ketamin dalam golongan psikotropika.

"Selama ini, ketamin masuk sebagai obat keras yang digunakan untuk obat bius. Tapi tren penyalahgunaan (ketamin) besar," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar pada Jumat, 6 Desember 2024 yang dipantau secara daring.

Mengingat domain untuk pengaturan penggolongan psikotropika ada di Kementerian Kesehatan, maka BPOM bakal mengusulkan agar ketamin masul dalam golongan tersebut.

"BPOM akan mengusulkan ketamin masuk dalam domain psikotropika," lanjut Taruna.

Selain itu, BPOM akan lebih memperketat pengawasan terhadap ketamin dengan mengelompokkan ketamin dalam daftar obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan (OOT). Hal tersebut bakal tertuang lewat revisi Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan (OOT).

"Kalau masuk OOT maka menjadi dasar hukum polisi dan Badan Narkotik Nasional bisa bertindak," lanjut Taruna.

Ketamin dan Penyalahgunaan Ketamin

Ketamin adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat untuk menghasilkan efek anestesi dan analgesik kuat.

Taruna menjelaskan bahwa dalam dunia kesehatan ketamin termasuk obat keras yang merupakan penghilang rasa sakit dan menimbulkan efek bius yang membuat orang kehilangan kesadaran secara cepat. 

"Obat keras ini harus pakai resep dokter, harus diawasi. Tidak sembarangan dokter mengeluarkan. Harus jelas ditujukan ke siapa dan digunakan dimana," kata Taruna.

Namun, kenyataan di lapangan terjadi sebaliknya. Sangat banyak penyalahgunaan obat ketamin di masyarakat.

"Sebagai seorang farmakologis, saya melihat tren ini sangat mengerikan," lanjut Taruna.

2 dari 4 halaman

Penyimpangan Peredaran Tertinggi di Lampung pada 2024

Menurut data BPOM pada 2022 ada 3 ribu vial ketamin injeksi yang dibeli dari apotek. Lalu, pada 2023 naik menjadi 44 ribu vial. Angkanya makin tinggi lagi pada 2024 yang belum berakhir ini 152 ribu vial ketamin terjual dari apotek.

"Ini keluar tanpa resep dokter dan tanpa peruntukan tertentu. Ini pelanggaran," kata Kepala BPOM RI Taruna Ikrar dalam konferensi pers Jumat, 6 Desember 2024.

Menurut BPOM, penyalahgunaan peredaran ketamin injeksi sepanjang tahun 2024 ini terjadi di 7 provinsi, yaitu Lampung, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.

Penyimpangan peredaran tertinggi terjadi di Provinsi Lampung dengan jumlah 5.840 vial ketamin. Sedangkan di 3 provinsi lain yang juga tinggi adalah Bali (4.074 vial), Jawa Timur (3.338 vial), dan Jawa Barat (1.865 vial).

Berdasarkan data hasil pengawasan BPOM pada 2022 hingga 2024, Bali merupakan wilayah peredaran dengan kategori sangat tinggi (di atas 100 ribu vial).

Jawa Timur dan Jawa Barat masuk dalam kategori tinggi peredaran ketamin injeksi (50 ribu—100 ribu vial). Provinsi lain di Indonesia masuk dalam kategori sedang dan rendah yaitu di bawah 50 ribu vial.

3 dari 4 halaman

Penyalahgunaan Ketamin, Pereda Nyeri Pas Bikin Tato hingga Biar Tenang

Taruna mengungkapkan penyalahgunaan ketamin digunakan dalam tiga hal yakni:

1. Analgesik

Di sini ketamin disalahgunakan sebagai pereda nyeri yang kuat. Biasanya disalahgunkaan saat pembuatan tato.

2. Euforia

Pada beberapa orang ingin mendapatkan rasa gembira yang berlebihan. Misalnya dipakai untuk menambah rasa kegembiraan saat di klub-klub malam.

3. Sedasi

Efek yang disalahgunakan dari ketamin yakni untuk mendapatkan efek tenang, rileks dan amnesia atau lupa ingatan.

4 dari 4 halaman

Efek Penyalahgunaan Ketamin

Taruna mengingatkan bahwa penyalhagunaan ketamin ini bisa berdampak buruk pada kesehatan baik fisik maupun mental.

Efek psikologis ketamin bisa membuat orang jadi berhalusinasi, mengalami gangguan kognitif hingga depresi.

Lalu bisa juga berdampak pada disfungsi kognitif dan risiko kejang.

Sementara itu pada fisik bisa menyembabkan kerusakan sistem saluran kemih, ginjal dan hati.

Efek jangka panjang pada mental yakni psikosis, skizofrenia dan risiko bunuh diri.

Video Terkini