Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak yang terpapar asap rokok di lingkungan rumah, sekolah, atau tempat umum berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan serius. Seperti gangguan pernapasan, asma, infeksi saluran pernapasan, dan gangguan perkembangan otak.
Dampak ini bisa jauh lebih berat bagi anak penyandang disabilitas yang sudah memiliki keterbatasan atau kondisi medis tertentu.
Baca Juga
Selain itu, anak penyandang disabilitas mungkin tidak memiliki pemahaman penuh tentang bahaya rokok, atau kesulitan untuk menghindari paparan rokok dalam kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, saat ini iklan, sponsor, dan promosi rokok sangat mudah diakses oleh masyarakat. Termasuk oleh anak-anak dan remaja melalui berbagai platform.
Sebanyak 65,2 persen masyarakat bisa melihat iklan promosi rokok di tempat-tempat penjualan. Sementara, 56,8 persen melihat iklan rokok melalui televisi, video, dan film.
“Tak henti di situ, 60,9 persen iklan juga ditemui di media luar ruangan. Dan 36,2 persen melalui internet atau media sosial,” kata Nadia yang hadir secara daring di Seminar “Lindungi Anak Penyandang Disabilitas dari Bahaya Rokok,” di LSPR Sudirman Park Campus, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Rokok Elektronik Dipasarkan di Media Elektronik
Nadia menambahkan, selain rokok konvensional, kini marak juga pemakaian rokok elektronik.
“Rokok elektronik menjadi pasar baru, kalau rokok elektronik pasangan untuk promosinya juga media elektronik ya. Agak beda dengan rokok konvensional, seingat saya, orang jualan rokok konvensional itu tidak terlalu terang-terangan. Tapi sekarang orang jualan vape itu terang-terangan banget ya,” papar Nadia.
Hampir di setiap pojok, lanjut Nadia, ada yang menjual vape atau rokok elektronik. Ini semakin didukung dengan kebiasaan anak-anak muda nongkrong di kafe.
“Sekarang ada kafe-kafe support by produk-produk vape.”
Advertisement
Indonesia Darurat Perokok Anak
Lebih lanjut, Nadia menyatakan bahwa Indonesia darurat perokok anak.
“Kenapa? Karena dari tahun ke tahun ternyata usia anak yang merokok itu makin bertambah dan makin muda.”
“Bayangkan kalau dari usia 10 tahun sudah mulai merokok dan kalau kita tanya orang dewasa yang merokok sekarang itu mereka mulai merokok pada usia 10 sampai 14 tahun.”
Sementara, jumlah perokok elektronik juga menunjukkan peningkatan dan yang salah satunya karena dianggap gaya, tren, dengan device-device yang dinilai keren oleh anak-anak.
Edukasi Masyarakat Lewat Lomba Poster
Paparan iklan dinilai menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan rokok oleh anak.
Sebagai bentuk edukasi, lembaga yang memerhatikan disabilitas khususnya anak-anak berkebutuhan khusus, London School Centre for Autism Awareness (LSCAA) telah mengadakan lomba poster nasional.
Ajang ini digelar dengan kerja sama Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI).
Tujuannya, meningkatkan kesadaran dan kepedulian para mahasiswa di Indonesia terhadap isu disabilitas, dan masyarakat secara umum.
"Kegiatan ini mencerminkan bahwa individu disabilitas juga memiliki hak untuk dapat hidup sehat ditengah-tengah masyarakat. Termasuk terhindar dari terpaan asap rokok dan menjadi perokok pasif,” kata Ms. Chrisdina Wempi selaku Head of LSCAA dalam kesempatan yang sama.
“Bagi individu disabilitas, ada beberapa kondisi berbeda yang menyebabkan memburuknya kesehatan mereka. Sudah saatnya kita menjadi kelompok sosial yang inklusif, artinya memiliki hak dan kesempatan yang setara,” pungkasnya.
Advertisement