Sukses

SALURI, Upaya Deteksi Dini Lupus Si Penyakit Seribu Wajah

Guna meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong deteksi dini lupus, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) akan meluncurkan program SALURI (Periksa Lupus Sendiri) pada 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Lupus Eritematosus Sistemik (LES), atau lebih dikenal dengan lupus, merupakan penyakit autoimun kronis yang menyerang berbagai organ tubuh. Di Indonesia, lupus telah menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang, dengan prevalensi sekitar 0,5% berdasarkan studi Prof. Handono Kalim dan tim di Malang. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan usia 15-45 tahun, usia produktif yang krusial dalam kehidupan.

Lupus dijuluki sebagai "Penyakit Seribu Wajah" karena gejalanya yang beragam dan sering menyerupai penyakit lain, seperti kelelahan ekstrem, nyeri sendi, ruam kulit berbentuk kupu-kupu, serta demam berkepanjangan. Hal ini membuat lupus sulit dikenali, sehingga kerap terlambat ditangani.

Upaya Pemerintah untuk Deteksi Dini

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong deteksi dini lupus, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) akan meluncurkan program SALURI (Periksa Lupus Sendiri) pada 2025. Program ini menyasar perempuan usia subur, terutama calon pengantin, agar lebih waspada terhadap gejala lupus dan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

"Melalui program SALURI, kami berharap masyarakat lebih memahami pentingnya deteksi dini lupus sehingga kasus dapat ditangani lebih cepat dan tepat," ujar Dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur P2PTM Kemenkes.

Menurut Dr. Nadia, deteksi dini berperan besar dalam pencegahan komplikasi berat. Penanganan yang cepat dan tepat dapat mencegah kerusakan organ seperti ginjal, jantung, dan paru-paru, sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien.

 

2 dari 4 halaman

Kolaborasi untuk Penanganan Komprehensif

Dalam temu media yang digelar pada Selasa (17/12/2024), Dr. Nadia menjelaskan bahwa deteksi dini lupus membutuhkan kolaborasi multi-sektor. Pemerintah pusat dan daerah, organisasi profesi, BPJS Kesehatan, hingga media memiliki peran penting dalam menyukseskan program ini.

Selain itu, Kemenkes telah menyusun pedoman dan modul pelatihan tatalaksana lupus bagi tenaga kesehatan, serta memperkuat Program Rujuk Balik melalui BPJS Kesehatan agar pasien lupus mendapatkan perawatan berkelanjutan.

 

3 dari 4 halaman

Manfaat Deteksi Dini

Dr. Anna Ariane dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo memaparkan beberapa manfaat deteksi dini lupus:

  1. Meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien.
  2. Mencegah kerusakan organ yang permanen.
  3. Mengurangi biaya pengobatan akibat komplikasi berat.
  4. Menjaga produktivitas pasien agar tetap dapat beraktivitas normal.
  5. Mengurangi risiko flare-up atau serangan lupus berulang.

"Pemeriksaan dini sangat penting, terutama pada pasien dengan gejala seperti ruam wajah berbentuk kupu-kupu, nyeri sendi, kelelahan berat tanpa sebab jelas, dan kelainan ginjal seperti proteinuria," ujar Dr. Anna.

Jika ditemukan minimal dua gejala pada organ yang berbeda, pasien perlu segera dirujuk ke fasyankes tingkat lanjut untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

4 dari 4 halaman

Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

Melalui kampanye edukasi dan program deteksi dini seperti SALURI, diharapkan masyarakat semakin mengenali lupus lebih awal. Dengan demikian, penderita lupus dapat memperoleh penanganan yang optimal dan tetap hidup aktif serta produktif.

"Dengan langkah-langkah pencegahan yang terstruktur dan kolaborasi yang kuat, kita dapat menekan jumlah kasus lupus di Indonesia sekaligus meningkatkan kualitas hidup penyandang lupus," pungkas Dr. Nadia.

Deteksi dini bukan hanya langkah awal penyembuhan, tetapi juga kunci untuk memberikan harapan hidup lebih baik bagi para penyandang lupus.