Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini praktik klinik kecantikan abal-abal Ria Beauty viral di dunia maya. Klinik ilegal ini dijalankan perempuan yang bukan dokter dengan teknik asal-asalan.
Diketahui, pemilik Ria Beauty, Ria Agustina, menggunakan dermaroller (alat medis dengan ratusan jarum kecil) untuk menghaluskan wajah pasien. Ia melakukan tindakan itu dengan asal dan tidak sesuai standar.
Baca Juga
Pasien Klinik Abal-Abal Ria Beauty Nyatakan Puas, Dokter: Bisa Berisiko Kanker Kulit Tanpa Disadari
Olahraga Apa yang Cepat Menurunkan Kolesterol Tinggi? Tiru Kebiasaan Fanny Ghassani untuk Cegah Kematian Dini
Kolesterol Dilarang Makan Apa? Wamenkes Dante Saksono Ungkap Makanan yang Harus Dihindari untuk Jantung Sehat
“Apabila dilakukan sering dan seperti itu, itu akan membuat penipisan kulit yang lebih cepat dan bisa menyebabkan kanker kulit tanpa disadari oleh pasien,” kata dokter ahli kulit Muji Iswanty kepada Health Liputan6.com dalam media briefing secara daring bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (13/12/2024).
Advertisement
Dari sisi kesehatan, hal ini jelas merugikan pasien. Lantas, bagaimana praktik kecantikan abal-abal ini dilihat dari kacamata agama Islam?
Peraturan agama Islam yang tertuang dalam fiqih memandang bahwa praktik semacam ini melanggar etika profesi dan dianggap sebagai dosa besar karena mengandung unsur penipuan (gharar) dan pengkhianatan amanah.
Dalam Islam, penipuan atau gharar adalah perbuatan yang sangat dikecam. Rasulullah SAW pernah bersabda: مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya: "Siapa pun yang menipu, maka bukan termasuk dari golongan kami," (HR. Muslim).
Menurut Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep, Ustaz Ahmad Maimun Nafis, klinik kecantikan ilegal sering kali menarik perhatian dengan promosi yang mengklaim keahlian profesional. Namun, kenyataannya, layanan tersebut jauh dari memenuhi standar medis.
Pelanggaran Serius Terhadap Prinsip Kejujuran
Ahmad menambahkan, penipuan semacam ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip kejujuran yang menjadi landasan utama dalam transaksi menurut ajaran Islam.
“Praktik klinik kecantikan abal-abal tidak hanya merugikan individu secara materi dan kesehatan, tetapi juga melibatkan pelanggaran hak Allah dan hak manusia,” kata Ahmad mengutip NU Online, Senin (23/12/2024).
Dalam kasus seperti ini, hukum Islam memandang pentingnya tindakan tegas dari pemerintah atau penguasa untuk melindungi masyarakat. Sebagaimana disebutkan oleh para ulama:
يُؤَدِّبُ الْحَاكِمُ الْمُدَلِّسَ؛ لِحَقِّ اللَّهِ وَلِحَقِّ الْعِبَادِ
Artinya: "Penguasa memiliki otoritas untuk menghukum pelaku penipuan demi menegakkan hak Allah dan hak manusia," (Kementerian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (Kuwait, Darus Salasil, 1404–1427 H, Jilid XI, hlm. 127).
Advertisement
Pemerintah Perlu Tindak Tegas
Klinik kecantikan abal-abal, dengan klaim palsu dan pelayanan tanpa standar medis, termasuk dalam kategori tadlis (penipuan).
Tindakan semacam ini tidak hanya merugikan korban secara individu, tetapi juga menciptakan kerusakan sosial. Maka, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menindak tegas dalang di balik klinik kecantikan abal-abal. Baik dengan menghentikan izin operasional klinik tersebut, atau memberikan sanksi tertentu yang membuat jera.
Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan jasa di Indonesia dan juga otoritas keahlian yang memadai dari pemberi layanan.
Pelaku Harus Bersiap Tanggung Risiko
Mengenai hal ini, Rasulullah pernah bersabda bahwa seseorang yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang medis tapi berani melakukan pengobatan, maka harus bersiap dengan risiko atas perbuatannya. Beliau bersabda:
مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ فَهُوَ ضَامِنٌ
Artinya: “Siapa saja yang membuka praktik tabib (pengobatan/kedokteran), padahal tidak memiliki riwayat dan rekam jejak keilmuan medis, maka harus menanggung akibatnya,” (HR. Abu Dawud).
Hadits ini menjadi dasar penting untuk mengkritik praktik klinik kecantikan abal-abal. Penipu yang mengklaim keahlian tanpa melalui standarisasi sesuai ketetapan otoritas medis, dalam fiqih dikategorikan sebagai tindakan ta’addi (pelanggaran), dan jika menyebabkan kerusakan fisik atau jiwa, maka pelaku wajib menanggung ganti rugi (dhaman).
Dalam tinjauan hukum positif Indonesia, praktik klinik kecantikan abal-abal dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap beberapa ketentuan hukum. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mencakup ketentuan yang melarang praktik klinik abal-abal.
Pasal 203 ayat 3 menegaskan bahwa tenaga medis harus memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan peraturan. Sedangkan Pasal 441 mengatur sanksi pidana bagi individu yang memberikan layanan kesehatan tanpa izin resmi, dengan hukuman penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
Advertisement