Liputan6.com, Jakarta - Kasus meninggalnya mahasiswi program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari memasuki babak baru,
Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip, dr Taufik Eko Nugroho, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Tak hanya Taufik, Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi FK Undip Sri Maryani dan dokter residen berinisial ZYA yang merupakan senior dokter Risma juga turut menjadi tersangka.
Baca Juga
"Tersangka ada tiga orang, yaitu satu, Saudara TEN; kedua, Saudari SM; dan Saudari ZYA. Dua perempuan dan satu laki-laki," ujar Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Selasa (24/11) mengutip saluran Youtube Liputan6.
Advertisement
Terkait hal ini, pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tengah mempersiapkan pembelaan bagi Kaprodi Anestesiologi Undip. Seperti disampaikan Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar IDI Beni Satria.
Menurutnya, Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI tengah menyiapkan langkah-langkahnya.
“BHP2A PB IDI dan BHP2 IDI Semarang sedang berdiskusi dan mendampingi serta menyiapkan langkah-langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada sejawat dokter yang sudah ditersangkakan. Saat ini, tim IDI masih sedang berdiskusi dengan Tim Hukum Undip,” jelas Beni dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).
Tanggapi Soal Komentar Kuasa Hukum Dokter Risma
Langkah pembelaan ini mengundang rasa heran di benak kuasa hukum keluarga dokter Risma, Misyal Achmad. Menurutnya, IDI sepatutnya memberi pendampingan hukum pada keluarga dokter Risma yang juga merupakan anggota IDI.
“Aneh, sepertinya kuasa hukum tersebut tidak memahami hukum. Harusnya beliau paham bahwa dalam sistem hukum yang berlaku, asas praduga tak bersalah adalah salah satu prinsip fundamental,” kata Beni.
“Asas ini menyatakan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah melalui keputusan hukum yang berkekuatan tetap,” tambahnya.
Oleh karena itu, sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya. Melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.
“Baik tersangka maupun korban memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan,” ucapnya.
Advertisement
Dukungan pada Tersangka Tak Bermaksud Mengabaikan Hak Korban
IDI sebagai organisasi profesi, sambung Beni, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan dukungan kepada anggotanya, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung.
Dukungan ini tidak bermaksud mengabaikan hak korban, melainkan sebatas memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI.
“Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak. IDI mendukung tersangka dalam konteks memastikan hak-haknya terlindungi, bukan dalam kapasitas membela tindakan yang belum terbukti,” jelas Beni.
Jaga Integritas Anggota
Lebih lanjut, Beni mengatakan, dalam hal ini, dukungan IDI terhadap anggota yang menjadi tersangka adalah bagian dari mekanisme organisasi untuk menjaga integritas anggotanya sampai ada putusan hukum yang mengikat.
“Semua pihak diharapkan menahan diri dari penilaian sepihak dan memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan.“
Jika nantinya tersangka terbukti bersalah, IDI juga wajib mengambil langkah sesuai kode etik profesi dan peraturan yang berlaku.
“IDI wajib memberikan pendampingan kepada tersangka bukan untuk mengabaikan korban, tetapi karena itu adalah kewajiban organisasi dalam melindungi anggotanya selama proses hukum berlangsung,” pungkasnya.
Advertisement