Liputan6.com, Jakarta Selain jantung koroner, penyakit jantung yang berkontribusi pada kasus kematian di Indonesia adalah gangguan irama jantung (aritmia).
Aritmia yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah fibrilasi atrium (FA). Diperkirakan jumlah penderita FA di Indonesia mencapai lebih dari tiga juta penduduk.
Baca Juga
Apa itu fibrilasi atrium?
Advertisement
Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut sangat cepat dan tidak beraturan seperti disampaikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan Sunu Budhi Raharjo.
Pada kondisi normal, jantung berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat kita sedang santai. Namun, pada orang dengan FA, serambi jantung bisa berdenyut lebih dari 400 kali per menit.
Sunu mengatakan kondisi FA ini meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah dan gagal jantung.
"Penggumpalan darah yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya stroke," terang dokter yang praktik di Heartology Cardiovascular Hospital Jakarta ini dalam pernyataan yang diterima pada Kamis, 2 Januari 2025.
Risiko orang dengan FA mengalami stroke mencapai 4-5 kali lipat dibanding pasien yang bukan FA.
Selain itu, denyut serambi jantung yang supercepat dan tidak teratur meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung dan tentunya meningkatkan mortalitas pasien FA.
Penanganan Gangguan Irama Jantung Fibrilasi Atrium
Pada orang dengan fibriliasi atrium dokter akan memberikan terapi obat-obatan (medikamentosa) juga meminta pasien untuk mengontrol faktor risiko.
Bila, pemberian obat-obatan tidak berdampak positif pada pasien, maka perlu dilakukan tindakan kateter ablasi.
"Kateter ablasi adalah tindakan invasif minimal non-bedah menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah di paha dan didorong ke dalam jantung untuk mengidentifikasi dan mematikan sumber aritmia," kata Sunu.
Tindakan kateter ablasi dilakukan untuk mencegah memburuknya fungsi pompa jantung (gagal jantung), menurunkan risiko stroke dan memperpanjang usia pasien.
Advertisement
2 Jenis Tindakan Kateter Ablasi
Sunu menjelaskan secara umum tindakan kateter ablasi dapat dilakukan menggunakan ablasi thermal dan non-thermal.
Ablasi thermal dapat menggunakan energi radiofrekuensi, yaitu energi panas untuk menciptakan lesi, atau energi krio (cryo) yang menggunakan energi dingin untuk membekukan jaringan.
Sementara itu, teknologi ablasi non-thermal yang saat ini banyak digunakan di seluruh dunia adalah pulsed-field ablation (PFA).
Sunu menjelaskan teknologi PFA bekerja melalui proses electroporation, yaitu pengiriman gelombang listrik pendek yang membuka pori-pori membran sel sehingga jaringan yang ditargetkan dapat dihancurkan dengan aman tanpa memengaruhi jaringan lainnya.
Sifat terapi PFA yang selektif seperti ini, maka tindakan ablasi ini lebih cepat, lebih efektif dan lebih aman bagi pasien.
Tindakan PFA pada Pasien Fibrilasi Atrium
Pada 28 Desember 2024 kemarin, Heartology Cardiovascular Hospital menggunakan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA) dalam tata laksana fibrilasi atrium. Hal ini mencatatkan Heartology Cardiovascular Hospital sebagai RS pertama di Indonesia yang melakukan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA).
Tindakan PFA tersebut dilakukan pada pasien 65 tahun asal Sumatera Barat dengan kondisi FA. Pasien memiliki keluhan berdebar, dada tidak nyaman dan mudah lelah. Pasien telah menjalani pengobatan FA di daerah asalnya selama beberapa tahun tapi belum sembuh. Hingga akhirnya dirujuk ke Heartology Cardiovascular Hospital.
“Sebagai rumah sakit yang berfokus pada tatalaksana penyakit kardiovaskular, kami terus berkomitmen menghadirkan teknologi terbaik bagi pasien. Pulsed Field Ablation (PFA) adalah sebuah game changer dalam pengobatan fibrilasi atrium," kata Sunu.
"Teknologi ini membawa standar baru dalam efektivitas pengobatan, tetapi juga menempatkan kenyamanan dan keamanan pasien sebagai prioritas utama. Dengan teknologi ini, kami berusaha memberikan pengalaman perawatan yang lebih baik bagi setiap pasien,” lanjut Sunu.
Advertisement