Liputan6.com, Jakarta Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan berbagai obat herbal atau obat tradisional berbahan dasar tumbuhan.
Pengembangan obat herbal berbasis biodiversitas perlu mendapat dukungan regulasi yang kuat dari pemerintah.
Baca Juga
Seperti disampaikan Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI, Dita Novianti Sugandi. Menurutnya, Indonesia memiliki jamu yang dijadikan obat tradisional secara turun temurun.
Advertisement
“Jamu sebagai warisan budaya dinilai perlu dilestarikan dan divalidasi ilmiah agar dapat bersaing secara global,” kata Dita dalam webinar bersama Indonesia-India Bioresources Consortium (IIBC) mengutip laman Universitas Padjadjaran (Unpad), Jumat (3/1/2025).
Biodiversitas Indonesia, dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman, menjadi potensi besar untuk pengembangan obat alami, lanjut Dita.
Dalam keterangan yang sama, apoteker dari Universitas Udayana, Ni Putu Ariantari, memaparkan penelitiannya mengenai jamur endofitik yang menghasilkan senyawa bioaktif untuk pengembangan antibiotik dan obat kanker.
Penemuan ini memperkuat posisi Indonesia dalam penelitian farmasi modern. Sementara itu, Prof. Dr. Pawan K. Dhar dari Pusat Biologi Sintetis & BiomanufakturCVJ Kochi, India menekankan pentingnya integrasi pengobatan tradisional seperti Ayurveda dan Jamu dengan teknologi modern.
Selain itu, Prof. Dhar juga mengusulkan pembentukan pusat keunggulan global untuk pengobatan herbal demi meningkatkan daya saing produk berbasis tradisi.
Dorong Jamu Jadi Produk Fitofarmaka
Sementara, Prof. apt. Muchtaridi, Ph.D., dari Unpad, memperkenalkan strategi seperti database ASEAN Natural Materials untuk mendukung penelitian senyawa bioaktif dan desain obat berbasis komputer.
Kolaborasi dengan negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Jepang diharapkan dapat mempercepat pengembangan Jamu menjadi produk fitofarmaka internasional. Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah dibuktikan khasiatnya secara ilmiah.
Dalam diskusi panel yang dipimpin oleh Febri Doni, Ph.D dari Unpad dan Cornell University Amerika Serikat, para ahli sepakat bahwa teknologi modern, regulasi kuat, dan pemberdayaan masyarakat lokal adalah kunci mendukung pengelolaan bioresources secara berkelanjutan.
Webinar ini menjadi bukti bahwa kolaborasi lintas sektor antara Indonesia dan India dapat mendorong inovasi berbasis tradisi dengan daya saing global. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang strategis untuk membangun ekosistem penelitian dan pengembangan bioresources yang lebih solid, sekaligus menjaga warisan budaya dan biodiversitas untuk generasi mendatang.
Advertisement
Indonesia Miliki Potensi Besar dalam Pengembangan Obat Herbal
Seperti diketahui, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan obat herbal. Dari sisi bahan baku, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara tropis dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia yang sangat kaya dengan bahan baku obat-obatan berbahan alami.
Merujuk pada data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada 30 ribu spesies tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat. Dari 30 ribu itu, sedikitnya ada 7.500 jenis tanaman yang diketahui berkhasiat obat. Bahkan, 800 di antaranya telah digunakan sebagai bahan pembuatan jamu.
Dari ekosistem laut, Indonesia juga memiliki spesies yang bisa dikembangkan sebagai tanaman obat seperti terumbu karang, rumput laut, dan seagrass (padang lamun).
Dalam keterangan lain, anggota Komisi VI DPR RI periode 2019–2024, Amin Ak, mengatakan bahwa pengembangan inovasi dan teknologi di bidang obat herbal, terutama fitofarmaka harus berujung pada industrialisasi. Dengan begitu, Indonesia bisa mengurangi bahkan lepas dari ketergantungan terhadap bahan baku obat yang sebagian masih impor.
Jika industri farmasi berbasis fitofarmaka lokal dikembangkan, bukan hanya melepaskan diri dari ketergantungan impor bahan baku, tapi Indonesia bisa menjadi salah satu eksportir obat herbal terbesar di dunia.
“Saat ini, Indonesia baru menguasai kurang dari 1 persen pasar herbal dunia. Sehingga, pendekatan industrialisasi fitofarmaka dan modernisasi pengolahan obat tradisional seperti jamu menjadi keharusan agar obat herbal Indonesia mampu bersaing di pasar global,” kata Amin dalam keterangan pers, Minggu (12/3/2023).
Kemandirian Obat Bisa Dicapai Jika Bahan Alami Dioptimalkan
Dalam acara peringatan Hari Keluarga Nasional 2024 lalu, Kemenkes RI sempat menyerukan cita-cita untuk membangun kemandirian sistem kesehatan termasuk dalam penyediaan obat.
Menurut Dekan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. apt. I Ketut Adnyana, M.Si., Ph.D., hal ini dapat diwujudkan terutama jika bahan obat alami dioptimalkan.
“Peluang atau potensi paling besar untuk kita mandiri atau tahan di bidang kesehatan khususnya farmasi adalah bahan alam. Kenapa? Karena sumber daya alam kita nomor satu dunia kalau kita gabung antara darat dengan laut,” kata I Ketut Adnyana dalam Health Innovation Festival di Jakarta Convention Center, Jumat (8/11/2024).
“Jadi, sangat mungkin kita mandiri dan tahan di bidang kefarmasian,” tambahnya.
Hal ini semakin didukung dengan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tak kalah dengan SDM asing.
“Sudah dibuktikan, salah satu staf kami mendapatkan penghargaan inovator marker untuk tanaman obat. Itu fungsinya untuk apa? Untuk melakukan standarisasi bahan alam kita supaya kualitasnya (memenuhi) standar, termasuk efikasi dan keamanannya.”
Di sisi lain, penyakit-penyakit yang banyak ditemui di tengah masyarakat Indonesia seperti stroke, kardiovaskular, diabetes umumnya dapat diredam dengan obat bahan alam.
“Jadi potensi yang sudah kita warisi sejak lama harus kita manfaatkan secara optimal dan sekolah farmasi ITB sangat mendukung untuk itu,” terangnya.
Advertisement