Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan kasus virus HMPV (Human Metapneumovirus) di China pada akhir 2024 dan awal 2025 telah menimbulkan kecemasan. Apalagi setelah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengonfirmasi bahwa virus ini juga telah terdeteksi di Indonesia dan banyak menyerang anak-anak.
Kekhawatiran pun muncul, dengan banyak orang yang khawatir infeksi pernapasan yang terjadi di China dapat berkembang menjadi pandemi besar seperti COVID-19.
Baca Juga
Menurut Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, virus HMPV pertama kali ditemukan pada tahun 2001 oleh peneliti di Belanda dan sudah dikenal secara ilmiah sejak saat itu.
Advertisement
Meskipun virus ini sudah ada sejak lama, banyak orang baru mulai merasa khawatir setelah melihat laporan tentang lonjakan kasus di beberapa negara.
Namun, penting untuk dipahami bahwa HMPV bukanlah virus baru, dan lonjakan kasus ini bukanlah indikasi pandemi besar. "Peningkatan kasus infeksi pernafasan di China bukan hal yang baru. Setiap tahun, terutama pada musim dingin, selalu ada peningkatan infeksi di negara dengan empat musim, termasuk China," kata Prof. Tjandra dalam wawancara khusus bersama Health Liputan6.com di KLY KAPANLAGI YOUNIVERSE Head Office pada Rabu, 8 Januari 2025.
Sebagian besar kecemasan datang karena gejala infeksi pernafasan HMPV yang mirip dengan COVID-19, seperti batuk, demam, dan sakit pernafasan. Namun, Prof. Tjandra menjelaskan bahwa keluhan ini tidak bisa menjadi indikator pasti apakah infeksi disebabkan oleh HMPV, COVID-19, atau virus lain.
"Gejala penyakit pernafasan, baik yang disebabkan oleh HMPV, influenza, atau virus lainnya, umumnya serupa. Keluhan seperti batuk, demam, dan sakit pernafasan sering muncul pada infeksi saluran pernafasan atas atau paru-paru,"Â tambahnya.
Â
Perbedaan Mendasar HMPV dan COVID-19
Perbedaan mendasar antara HMPV dan COVID-19 adalah bahwa HMPV saat ini bukan varian baru. COVID-19 disebabkan oleh varian baru dari virus corona yang muncul pada akhir 2019 dan menyebar dengan sangat cepat.
"Pandemi terjadi ketika sebuah virus baru atau varian baru menyebabkan penyakit yang lebih berat dan banyak orang meninggal. HMPV saat ini adalah virus yang sama seperti yang ditemukan pada tahun 2001, dan tidak ada bukti bahwa itu menyebabkan pandemi,"Â ujar Prof. Tjandra.
Mayoritas kasus HMPV cenderung ringan, bahkan banyak yang sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Meskipun orang dengan daya tahan tubuh rendah, seperti anak kecil atau orang tua, mungkin mengalami gejala yang lebih berat, HMPV umumnya tidak berbahaya.
"Sebagian besar kasus infeksi HMPV tidak menyebabkan penyakit yang berat. Infeksi ini tidak sama berbahayanya dengan COVID-19,"Â ujarnya.
HMPV, seperti virus flu dan infeksi saluran pernafasan lainnya, menyebar melalui percikan air liur saat batuk atau bersin, atau melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi.
Meski cara penularannya sama, itu tidak berarti HMPV lebih berbahaya daripada penyakit pernafasan lainnya. "Setiap penyakit pernafasan memerlukan perhatian dan langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk menjaga kesehatan," tambah Prof. Tjandra.
Advertisement