Sukses

Khawatir dengan Biaya yang Mahal, Masih Ditemui Orangtua Bawa Anak Berobat Kanker ke Orang Pintar

Kekhawatiran akan biaya pengobatan kanker yang mahal membuat orangtua menunda-nunda anak yang sakit kanker untuk mendapatkan pengobatan medis.

Liputan6.com, Jakarta Kekhawatiran akan biaya pengobatan kanker yang mahal membuat orangtua menunda-nunda anak yang sakit kanker untuk mendapatkan pengobatan medis. Alhasil masih ada orangtua yang membawaa anak berobat ke 'orang pintar' daripada langsung ke dokter.

Kondisi yang kebanyakan dialami oleh keluarga prasejahtera itu membuat anak tak segera mendapatkan pengobatan medis. Padahal bila langsung mendapatkan pengobatan medis bisa membantu meningkatkan angka kesembuhan anak seperti diungkapkan Ketua Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia (Pita Kuning) Tyas Amalia.

"Salah satu orangtua anak Pita Kuning bercerita memberikan telur mentah kepada anaknya yang terdiagnosa kanker testis, sebagai obat alternatif. Setelah kondisi anak tak kunjung membaik, ia berkonsultasi dengan dokter onkologi. Akhirnya dipahami bahwa upaya tersebut justru memperburuk kondisi anaknya dan akhirnya orang tua memutuskan untuk mengikuti saran dokter, rutin kemoterapi,” kata Tyas Amalia.

Menurut Tyas, belum meratanya informasi mengenai pengobatan kanker pada anak masih menjadi tantangan di Indonesia. Maka tak heran bila kisah seperti membawa anak sakit kanker ke orang pintar masih kerap terdengar.

Pada peringatan Hari Kanker Anak Internasional 2025, Yayasan Pita Kuning pun menyuarakan pentingnya akses perawatan kesehatan setara. Hal itu menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan kanker.

 

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Partisipasi Banyak Pihak

Partisipasi seluruh pihak menjadi kunci kesetaraan pada perawatan bisa terjadi. Mulai dari penyebaran informasi yang merata mengenai kanker anak, dukungan untuk fasilitas kesehatan yang memadai, dan lingkungan aman untuk anak-anak dengan kanker.

“Aksi baik yang menginspirasi untuk isu kanker pada anak bisa dilakukan sesuai panggilan hati. Bisa semudah follow, like, dan share sosial media organisasi pemerhati kanker. Atau ikut kegiatan kerelawanan jika itu yang disukai. Dan berdonasi untuk adik-adik pejuang kanker khususnya dari keluarga prasejahtera agar mendapat akses kesehatan terbaik,” ajak Tyas Amalia.

3 dari 3 halaman

Angka Kesembuhan Kanker Bergantung pada Negara yang Ditinggali

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 400.000 anak terdiagnosis kanker per tahun di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, sedikitnya terdapat 11.156 anak terkena kanker setiap tahun dan angka ini terus bertambah (Globocan, 2020). Meski kanker pada anak bisa disembuhkan, nyatanya tingkat kesembuhan anak-anak dengan kanker sangat bergantung pada negara yang ditinggali.

 Childhood Cancer International (CCI), organisasi induk kanker anak, menyatakan 9 dari 10 pasien kanker anak tinggal di negara berpendapatan rendah dan menengah dengan tingkat kesembuhan tidak pernah lebih dari 30%.

Hal ini berbanding terbalik dengan negara berpendapatan tinggi yang memiliki tingkat kesembuhan lebih dari 80% dari total kasus. Perbedaan signifikan kematian akibat kanker anak disebabkan oleh/kesalahan/keterlambatan diagnosis, hambatan dalam mengakses perawatan, penghentian pengobatan, kematian akibat toksisitas dan kekambuhan.

“Di lapangan, saya menemui beberapa kasus pada anak dengan kanker , saat diagnosis awal mereka terdiagnosis demam berdarah atau tipes. Setelah penanganan beberapa lama, anak tidak kunjung sembuh hingga akhirnya dilakukan observasi mendalam dan ditemukan sel kanker. Hal ini yang menjadi salah satu tantangan dalam penanganan kanker dikarenakan kemiripan gejala awal pada penyakit tersebut, sementara tata laksana penanganan bisa lebih optimal jika kanker ditemukan sedini mungkin,” tutur Tyas.

Selanjutnya: Partisipasi Banyak Pihak