Sejumlah serangan seksual menimpa demonstran wanita di Tahrir Square, Mesir. Dari laporan, ada 101 serangan seks di tengah gelombang protes yang menyebabkan jatuhnya presiden Mohammaed Mursi. Banyak yang mencurigai kalau serangan brutal itu dilakukan untuk membuat orang menjauh.
Kebrutalan yang menimpa wanita itu seperti pemerkosaan dengan pisau dan benda tajam, pemukulan dengan tongkat, dan penculikan di kendaraan. Beberapa wanita juga dilaporkan dipukuli dengan rantai logam, kursi, dan beberapa serangan lainnya.
Menurut Operation Anti-Sexual Harassment (Opantish), pada Rabu saja setidaknya ada 45 serangan seks yang terjadi di Tahrir.
Laporan Amnesty International pada tahun lalu menyebutkan, serangan kemungkinan dirancang untuk mengintimdasi perempuan dan mencegahnya berpartisipasi dalam kehidupan politik. Namun, pernyataan terbaru menuduh pemerintah Mesir yang menggunakan kekerasan seksual pada demosntrasi oposisi.
Aktivis Human Right Watch mengatakan, dalam kekerasan seksual ini korban diserang selama 45 menit sebelum bisa melarikan diri.
"Serangan seksual merajalela selama protes di Tahrir Square yang menyoroti pemerintah dan semua partai politik untuk menghadapi kekerasan wanita," kata Wakil Direktur Human Right Watch seperti dikutip TheAge, Kamis (4/7/2013).
"Ini adalah kejahatan serius yang mencegah perempuan kembali berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat Mesir pada titik kritis di dalam pembangunan negara."
Dalam video dan laporan kelompok yang menamakan Opantish, menunjukkan, hampir mustahil membedakan mana pria yang mau menyelamatkan wanita dan yang menyerang. Tongkat besi, gas, dan ratusan jari serta tangan bergabung.
Wanita berbicara di tengah kekacauan yang liar dengan banyak orang. Pikiran dan tubuhnya menjadi saksi kekejaman yang tak terbayangkan.
Pada malam tanggal 30 Juni, sedikitnya 46 serangan yang dilakukan terhadap perempuan, namun insiden tersebut dipercaya jauh lebih besar, laporan Opantish. Para perempuan yang diserang, diperkosa, dan menyerang, kadang-kadang dengan pisau dan benda-benda lainnya.
Akibat trauma itu, korban membutuhkan bantuan psikologis dan sering medis. Korban ini bukan saja dipaksa untuk berdamai dengan trauma, tetapi wanita itu ditantang.
Perempuan Mesir di Twitter dan Facebook, termasuk sejumlah wartawan perempuan, telah melaporkan telah diraba-raba dan dilecehkan di Tahrir. Meningkatnya kekerasan seksual yang diterima wanita karena kurangnya jaminan atas haknya di dalam draft konstitusi.
(Me/*l)
Kebrutalan yang menimpa wanita itu seperti pemerkosaan dengan pisau dan benda tajam, pemukulan dengan tongkat, dan penculikan di kendaraan. Beberapa wanita juga dilaporkan dipukuli dengan rantai logam, kursi, dan beberapa serangan lainnya.
Menurut Operation Anti-Sexual Harassment (Opantish), pada Rabu saja setidaknya ada 45 serangan seks yang terjadi di Tahrir.
Laporan Amnesty International pada tahun lalu menyebutkan, serangan kemungkinan dirancang untuk mengintimdasi perempuan dan mencegahnya berpartisipasi dalam kehidupan politik. Namun, pernyataan terbaru menuduh pemerintah Mesir yang menggunakan kekerasan seksual pada demosntrasi oposisi.
Aktivis Human Right Watch mengatakan, dalam kekerasan seksual ini korban diserang selama 45 menit sebelum bisa melarikan diri.
"Serangan seksual merajalela selama protes di Tahrir Square yang menyoroti pemerintah dan semua partai politik untuk menghadapi kekerasan wanita," kata Wakil Direktur Human Right Watch seperti dikutip TheAge, Kamis (4/7/2013).
"Ini adalah kejahatan serius yang mencegah perempuan kembali berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat Mesir pada titik kritis di dalam pembangunan negara."
Dalam video dan laporan kelompok yang menamakan Opantish, menunjukkan, hampir mustahil membedakan mana pria yang mau menyelamatkan wanita dan yang menyerang. Tongkat besi, gas, dan ratusan jari serta tangan bergabung.
Wanita berbicara di tengah kekacauan yang liar dengan banyak orang. Pikiran dan tubuhnya menjadi saksi kekejaman yang tak terbayangkan.
Pada malam tanggal 30 Juni, sedikitnya 46 serangan yang dilakukan terhadap perempuan, namun insiden tersebut dipercaya jauh lebih besar, laporan Opantish. Para perempuan yang diserang, diperkosa, dan menyerang, kadang-kadang dengan pisau dan benda-benda lainnya.
Akibat trauma itu, korban membutuhkan bantuan psikologis dan sering medis. Korban ini bukan saja dipaksa untuk berdamai dengan trauma, tetapi wanita itu ditantang.
Perempuan Mesir di Twitter dan Facebook, termasuk sejumlah wartawan perempuan, telah melaporkan telah diraba-raba dan dilecehkan di Tahrir. Meningkatnya kekerasan seksual yang diterima wanita karena kurangnya jaminan atas haknya di dalam draft konstitusi.
(Me/*l)