Sukses

Kesucian Jangan Hanya Berlaku Saat Ramadan

Idul Fitri memiliki makna teologis dan sosial bagi seluruh umat muslim yang menjalankan ibadah puasa

Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur Ahmad Atang mengatakan Idul Fitri memiliki makna teologis dan sosial bagi seluruh umat muslim yang menjalankan ibadah puasa.

"Secara teologis artinya orang keluar dari perang melawan hawa nafsu sebagai pemenang sehingga mendapat gelar fitrah atau suci," kata Ahmad Atang di Kupang, seperti dikutip dari Antara, Kamis (8/8/2013) ketika ditanya makna Idul Fitri sebagai momentum saling memaafkan, mempererat silaturahim dan memperbaiki komunikasi politik.
    
Sebagai makhluk sosial, kata Atang yang juga Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang, Lebaran bermakna dapat memberikan rasa persaudaraan dan kekerabatan yang tinggi dalam semangat multikultural tanpa memandang latar belakang etnis, suku, agama dan pilihan politik.
    
"Idul Fitri memiliki makna teologis dan sosial. Secara teologis orang keluar dari perang melawan hawa nafsu sebagai pemenang mendapat gelar fitrah atau suci, dan sebagai makhluk sosial, dapat memberikan rasa persaudaraan dan kekerabatan yang tinggi dalam semangat multikultural tanpa memandang latar belakang status etnis, agama dan pilihan politik," katanya.
    
Dia mengatakan setiap anak bangsa dapat mengambil makna Ramadan dalam mempersempit jurang yang lebar, menghilangkan prasangka, kecemburuan sosial, politik dan ekonomi.
    
Selain itu, ikut mempererat relasi komunikasi dan interaksi sosial yang bermartabat antarmanusia.
    
Dia berharap, kesucian yang dimiliki setelah berpuasa dapat mencerminkan kesucian perilaku, baik sebagai pejabat, politisi, ekonom dan rakyat biasa dalam kehidupan sehari-hari.
    
"Terkadang kesucian perilaku hanya berlaku pada saat Ramadan, tetapi saya berharap maknanya terus melekat kepada siapapun dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat," demikian Ahmad Atang.

(Abd)