Badan Nasional Narkotika (BNN) Provinsi Nusa Tenggara Barat menemukan "mushroom" (sejenis jamur yang tumbuh di kotoran sapi dan kerbau) dijual bebas oleh masyarakat kepada wisatawan, padahal jenis jamur itu yang masuk kategori narkotika golongan I.
Kepala BNN Provinsi NTB Kombes Pol Drs H Mufti Djusnir pada acara advokasi dalam rangka Penyalahgunaan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Mataram, Selasa, mengatakan pihaknya menemukan "mushroom" dijual bebas di sejumlah lokasi di Kabupaten Lombok Tengah.
Mushroom adalah sejenis jamur yang tumbuh di kotoran hewan atau yang biasa disebut "magic mushroom" (psilocybin mushroom) yang termasuk dalam narkotika golongan I. Ini diatur dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.
  Â
"Oleh karena itu, siapa pun yang menyalahgunakan jamur ini, baik penjual maupun pengguna, dapat dipidana," katanya.
Ia mengatakan, masyarakat yang memperjualbelikan jenis jamur tersebut kemungkinan mereka tidak mengetahui bahwa mushroom mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan, karena itu dilarang untuk dikonsumsi,"katanya.
Mufti yang juga pakar kimia farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan dalam undang-undang, "magic mushroom" atau jamur ajaib ini termasuk di dalam zat aktif bernama "psilosibina". Zat itu masuk dalam narkotika jenis alamiah atau yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan alami.
  Â
Menurut dia, serupa dengan jenis narkotika lainnya, efek negatif yang ditimbulkan jika mengonsumsi jamur ini adalah memiliki halusinasi tingkat tinggi sesuai dengan situasi psikologis saat mengonsumsinya.    Â
   Â
Pengguna bahkan tidak dapat menyadari apa yang dilakukannya salah atau benar di mata orang lain. Kondisi inilah yang memicu beragam tindakan menyimpang lainnya.
   Â
Ia mengatakan, secara kimia jika seseorang mengonsumsi mushroom, zat aktif yang dikandungnya langsung menyerang sel di otak. Jika dalam tahap yang signifikan, maka kondisi itu bisa menyerang saraf yang mengakibatkan kinerja otak menjadi lebih lamban dari sebelumnya.
  Â
"Zat ini menyerang sel-sel atau gelembung di dalam otak yang memiliki kemampuan menyerap oksigen. Jadi, otak tidak bisa menyerap oksigen dengan sempurna sehingga akhirnya mengakibatkan lambannya kerja otak, bahkan bisa merusak dan menyebabkan gangguan saraf," katanya.
   Â
Sehubungan dengan bahaya yang ditimbulkan kalau mengonsumsi mushroom tersebut, Mufti mengatakan, pihaknya akan terus berupaya menyosialisasikan agar masyarakat tidak mengonsumsi atau memperjualbelikan jenis jamur tersebut.
   Â
"Selain itu kami akan mendorong Kementerian Kesehatan untuk memasukkan jenis jamur tersebut ke klasifikasi zat-zat yang dilarang. Kita tidak akan tinggal diam agar jamur itu tidak sampai berdampak negatif terhadap kesehatan," katanya.
(Abd)
Kepala BNN Provinsi NTB Kombes Pol Drs H Mufti Djusnir pada acara advokasi dalam rangka Penyalahgunaan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Mataram, Selasa, mengatakan pihaknya menemukan "mushroom" dijual bebas di sejumlah lokasi di Kabupaten Lombok Tengah.
Mushroom adalah sejenis jamur yang tumbuh di kotoran hewan atau yang biasa disebut "magic mushroom" (psilocybin mushroom) yang termasuk dalam narkotika golongan I. Ini diatur dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.
  Â
"Oleh karena itu, siapa pun yang menyalahgunakan jamur ini, baik penjual maupun pengguna, dapat dipidana," katanya.
Ia mengatakan, masyarakat yang memperjualbelikan jenis jamur tersebut kemungkinan mereka tidak mengetahui bahwa mushroom mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan, karena itu dilarang untuk dikonsumsi,"katanya.
Mufti yang juga pakar kimia farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan dalam undang-undang, "magic mushroom" atau jamur ajaib ini termasuk di dalam zat aktif bernama "psilosibina". Zat itu masuk dalam narkotika jenis alamiah atau yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan alami.
  Â
Menurut dia, serupa dengan jenis narkotika lainnya, efek negatif yang ditimbulkan jika mengonsumsi jamur ini adalah memiliki halusinasi tingkat tinggi sesuai dengan situasi psikologis saat mengonsumsinya.    Â
   Â
Pengguna bahkan tidak dapat menyadari apa yang dilakukannya salah atau benar di mata orang lain. Kondisi inilah yang memicu beragam tindakan menyimpang lainnya.
   Â
Ia mengatakan, secara kimia jika seseorang mengonsumsi mushroom, zat aktif yang dikandungnya langsung menyerang sel di otak. Jika dalam tahap yang signifikan, maka kondisi itu bisa menyerang saraf yang mengakibatkan kinerja otak menjadi lebih lamban dari sebelumnya.
  Â
"Zat ini menyerang sel-sel atau gelembung di dalam otak yang memiliki kemampuan menyerap oksigen. Jadi, otak tidak bisa menyerap oksigen dengan sempurna sehingga akhirnya mengakibatkan lambannya kerja otak, bahkan bisa merusak dan menyebabkan gangguan saraf," katanya.
   Â
Sehubungan dengan bahaya yang ditimbulkan kalau mengonsumsi mushroom tersebut, Mufti mengatakan, pihaknya akan terus berupaya menyosialisasikan agar masyarakat tidak mengonsumsi atau memperjualbelikan jenis jamur tersebut.
   Â
"Selain itu kami akan mendorong Kementerian Kesehatan untuk memasukkan jenis jamur tersebut ke klasifikasi zat-zat yang dilarang. Kita tidak akan tinggal diam agar jamur itu tidak sampai berdampak negatif terhadap kesehatan," katanya.
(Abd)