Kecanduan internet melanda sekitar 500 ribu anak-anak di Jepang usia 12 hingga 18 tahun. Hal itu membuat Kementerian pendidikan di Jepang berencana mengadakan kampanye `puasa` internet.
Kecanduan internet sering disalahkan sebagai penyebab banyaknya pemuda di Jepang mengalami kurang tidur dan gangguan makan. Pada kasus-kasus yang ekstrem, kecanduan internet bisa menyebabkan gejala depresi dan deep vein thrombosis, yang sering dikaitkan dengan kondisi kram.
Studi menunjukkan, obsesi dengan aktivitas online juga berdampak pada kinerja sekolah anak-anak.
Kementerian Pendidikan memang belum bisa mengukur seperti apa masalahnya. Tapi jumlah yang ada sekarang ini sudah mengkhawatirkan.
"Ini menjadi masalah," kata Akifumi Sekine, Juru Bicara Kementerian Pendidikan, Akifumi Sekine, kepada The Daily Telegraph, Rabu (28/8/2013).
"Kami memperkirakan ini memengaruhi sekitar 518 ribu anak-anak di sekolah menengah dan tinggi di seluruh Jepang, tapi angka itu nak dan banyak kasus yang kita tidak tahu," katanya menambahkan.
Untuk memastikannya, Kementerian Pendidikan merencanakan sebuah proyek penelitian yang komprehensif tentang kecanduan internet pada tahun fiskal berikutnya dan meminta pemerintah mendanai program agar anak-anak jauh dari komputernya, ponselnya, dan perangkat permainan genggam.
"Kami ingin membuat mereka keluar dari dunia maya dan mendorong mereka berkomunikasi dengan nyata bersama anak-anak lain dan orang dewasa," ujar Sekine.
Kementerian mengusulkan untuk melakukan kampanye `puasa` internet di luar pusat-pusat belajar, di fasilitas publik lainnya yang memberi kesempatan anak-anak akses ke internet.
Anak-anak akan didorong untuk mengikuti aktivitas luar ruangan, tim olahraga dan permainan, dengan psikiater dan psikoterapis klinis yang akan memberikan konseling untuk transisi kembali ke dunia nyata.
(Mel/*)
Kecanduan internet sering disalahkan sebagai penyebab banyaknya pemuda di Jepang mengalami kurang tidur dan gangguan makan. Pada kasus-kasus yang ekstrem, kecanduan internet bisa menyebabkan gejala depresi dan deep vein thrombosis, yang sering dikaitkan dengan kondisi kram.
Studi menunjukkan, obsesi dengan aktivitas online juga berdampak pada kinerja sekolah anak-anak.
Kementerian Pendidikan memang belum bisa mengukur seperti apa masalahnya. Tapi jumlah yang ada sekarang ini sudah mengkhawatirkan.
"Ini menjadi masalah," kata Akifumi Sekine, Juru Bicara Kementerian Pendidikan, Akifumi Sekine, kepada The Daily Telegraph, Rabu (28/8/2013).
"Kami memperkirakan ini memengaruhi sekitar 518 ribu anak-anak di sekolah menengah dan tinggi di seluruh Jepang, tapi angka itu nak dan banyak kasus yang kita tidak tahu," katanya menambahkan.
Untuk memastikannya, Kementerian Pendidikan merencanakan sebuah proyek penelitian yang komprehensif tentang kecanduan internet pada tahun fiskal berikutnya dan meminta pemerintah mendanai program agar anak-anak jauh dari komputernya, ponselnya, dan perangkat permainan genggam.
"Kami ingin membuat mereka keluar dari dunia maya dan mendorong mereka berkomunikasi dengan nyata bersama anak-anak lain dan orang dewasa," ujar Sekine.
Kementerian mengusulkan untuk melakukan kampanye `puasa` internet di luar pusat-pusat belajar, di fasilitas publik lainnya yang memberi kesempatan anak-anak akses ke internet.
Anak-anak akan didorong untuk mengikuti aktivitas luar ruangan, tim olahraga dan permainan, dengan psikiater dan psikoterapis klinis yang akan memberikan konseling untuk transisi kembali ke dunia nyata.
(Mel/*)