Beberapa peneliti pada Rabu 4 September mengatakan telah mengembangkan teknologi yang berlandaskan laser dan memungkinkan ahli bedah untuk dengan cepat dan tepat mengidentifikasi serta mengangkat tumor otak.
  Â
Para peneliti dari University of Michigan dan Harvard University menggambarkan di Jurnal Science Translation Medicine cara mereka menggunakan teknik tersebut untuk "melihat" daerah sel tumor paling kecil di dalam jaringan otak, dan membedakan tumor dari jaringan sehat di otak manusia serta tikus hidup.
  Â
"Meskipun operasi tumor otak telah maju dalam beberapa cara, kelangsungan hidup bagi banyak pasien masih buruk, sebagian karena ahli bedah tak bisa yakin bahwa mereka telah mengangkat seluruh jaringan tumor sebelum operasi selesai," kata penulis bersama penelitian itu Daniel Orringer, dosen di Departemen of Neurosurgery, University of Michigan.
  Â
Teknologi baru tersebut yang dinamakan mikroskopi "Simulated Raman Scattering (SRS)" bekerja dengan memancarkan laser non-invasif ke dalam jaringan dan mendeteksi sinyal lemah yang muncul, demikian seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (7/9/2013). Dengan menganalisis spektrum sinyal, para peneliti itu dapat membangun citra susunan seluler jaringan tersebut.
  Â
Dengan memperkuat sinyal itu, mereka bisa mengubah satu teknik yang pernah memerlukan waktu berjam-jam atau malah berhari-hari menjadi satu teknik yang bekerja seketika, dan dapat menawarkan pandangan ke dalam yang kritis bagi ahli bedah di ruang operasi.
  Â
Karena jaringan otak dan tumor berisi susunan kimia yang berbeda, para peneliti tersebut dapat menciptakan citra yang secara tepat memperlihatkan di mana "margin" tumor berada, daerah batas tempat sel tumor menyusup di antara sel normal, dan membantu membimbing ahli bedah di ruang operasi.
  Â
"Seorang ahli bedah yang sangat berpengalaman mungkin mampu membedakan antara jaringan otak dan tumor berdasarkan perbedaan warna yang rumit," kata penulis utama Sunney Xie dari Departement of Chemistry and Chemical Biology di Harvard University. "Tapi banyak ahli bedah, menurut saya, akan mendapati teknologi baru ini sebagai pemandu yang bermanfaat."
  Â
Para peneliti itu menerapkan mikroskopi SRS pada tikus hidup selama operasi otak, dan memperlihatkan itu dapat mencitrakan tumor di wilayah otak hidup, wilayah tempat jaringan kelihatan normal bagi mata telanjang.
  Â
Lalu mereka memperlihatkan kondisi yang sama mungkin terjadi pada jaringan yang diangkat dari pasien penderita glioblastoma multiforme, salah satu tumor otak yang paling mematikan. Glioblastoma multiforme sangat sulit untuk diangkat secara tuntas dan rata-rata pasien yang didiagnosis menderita penyakit itu hanya hidup 18 bulan setelah diagnosis.
  Â
Menurut para peneliti tersebut, mikroskopi SRS mungkin sama tepatnya dengan Hematoxylin dan eosin staining, pendekataan yang saat ini digunakan dalam diagnosis tumor otak.
  Â
"Selama lebih dari 100 tahun, Hematoxylin dan eosin staining telah menjadi standard emas bagi jenis pencitraan ini," kata Xie.
Dengan tekonologi ini, kita tak perlu membekukan jaringan, mewarnai jaringan, dan tak perlu biopsi, ini bertindak seperti biopsi optik, dan memungkinkan peneliti mengidentifikasi margin tumor pada tingkat seluler.
  Â
Para peneliti tersebut mengatakan mereka saat ini sedang mengerjakan pembuatan alat pemeriksaan yang bisa digenggam, seukuran sikap gigi berdasarkan pencitraan SRS yang bisa digunakan ahli bedah dalam waktu dekat untuk menganalisis jaringan otak selama operasi tanpa harus mengangkat jaringan.
(Abd)
  Â
Para peneliti dari University of Michigan dan Harvard University menggambarkan di Jurnal Science Translation Medicine cara mereka menggunakan teknik tersebut untuk "melihat" daerah sel tumor paling kecil di dalam jaringan otak, dan membedakan tumor dari jaringan sehat di otak manusia serta tikus hidup.
  Â
"Meskipun operasi tumor otak telah maju dalam beberapa cara, kelangsungan hidup bagi banyak pasien masih buruk, sebagian karena ahli bedah tak bisa yakin bahwa mereka telah mengangkat seluruh jaringan tumor sebelum operasi selesai," kata penulis bersama penelitian itu Daniel Orringer, dosen di Departemen of Neurosurgery, University of Michigan.
  Â
Teknologi baru tersebut yang dinamakan mikroskopi "Simulated Raman Scattering (SRS)" bekerja dengan memancarkan laser non-invasif ke dalam jaringan dan mendeteksi sinyal lemah yang muncul, demikian seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (7/9/2013). Dengan menganalisis spektrum sinyal, para peneliti itu dapat membangun citra susunan seluler jaringan tersebut.
  Â
Dengan memperkuat sinyal itu, mereka bisa mengubah satu teknik yang pernah memerlukan waktu berjam-jam atau malah berhari-hari menjadi satu teknik yang bekerja seketika, dan dapat menawarkan pandangan ke dalam yang kritis bagi ahli bedah di ruang operasi.
  Â
Karena jaringan otak dan tumor berisi susunan kimia yang berbeda, para peneliti tersebut dapat menciptakan citra yang secara tepat memperlihatkan di mana "margin" tumor berada, daerah batas tempat sel tumor menyusup di antara sel normal, dan membantu membimbing ahli bedah di ruang operasi.
  Â
"Seorang ahli bedah yang sangat berpengalaman mungkin mampu membedakan antara jaringan otak dan tumor berdasarkan perbedaan warna yang rumit," kata penulis utama Sunney Xie dari Departement of Chemistry and Chemical Biology di Harvard University. "Tapi banyak ahli bedah, menurut saya, akan mendapati teknologi baru ini sebagai pemandu yang bermanfaat."
  Â
Para peneliti itu menerapkan mikroskopi SRS pada tikus hidup selama operasi otak, dan memperlihatkan itu dapat mencitrakan tumor di wilayah otak hidup, wilayah tempat jaringan kelihatan normal bagi mata telanjang.
  Â
Lalu mereka memperlihatkan kondisi yang sama mungkin terjadi pada jaringan yang diangkat dari pasien penderita glioblastoma multiforme, salah satu tumor otak yang paling mematikan. Glioblastoma multiforme sangat sulit untuk diangkat secara tuntas dan rata-rata pasien yang didiagnosis menderita penyakit itu hanya hidup 18 bulan setelah diagnosis.
  Â
Menurut para peneliti tersebut, mikroskopi SRS mungkin sama tepatnya dengan Hematoxylin dan eosin staining, pendekataan yang saat ini digunakan dalam diagnosis tumor otak.
  Â
"Selama lebih dari 100 tahun, Hematoxylin dan eosin staining telah menjadi standard emas bagi jenis pencitraan ini," kata Xie.
Dengan tekonologi ini, kita tak perlu membekukan jaringan, mewarnai jaringan, dan tak perlu biopsi, ini bertindak seperti biopsi optik, dan memungkinkan peneliti mengidentifikasi margin tumor pada tingkat seluler.
  Â
Para peneliti tersebut mengatakan mereka saat ini sedang mengerjakan pembuatan alat pemeriksaan yang bisa digenggam, seukuran sikap gigi berdasarkan pencitraan SRS yang bisa digunakan ahli bedah dalam waktu dekat untuk menganalisis jaringan otak selama operasi tanpa harus mengangkat jaringan.
(Abd)