Melihat kasus yang menimpa putra bungsu musisi Ahmad Dhani bernama Ahmad Abdul Qodir Jaelani alias Dul, psikolog anak Seto Mulyadi menilai, orangtua ikut bersalah atas kasus ini. Karena secara tidak langsung, orangtua membiarkan anak melakukan pelanggaran hukum.
"Ini namanya pembiaran pelanggaran hukum. Anak seusia dia (Dul), seharusnya belum memiliki izin mengemudi. Tapi, sudah diizinkan membawa mobil sendiri," kata Kak Seto, saat diwawancarai tim Health Liputan6.com, Minggu (8/9/2013)
Di usianya yang masih terbilang sangat muda, kak Seto mengatakan, Dul seharusnya dilarang oleh orangtuanya untuk tidak mengemudikan mobil seorang diri. Dan sudah seharusnya, Dul tidak dibiarkan melakukan sesuatu yang melanggar hukum seperti ini.
"Untuk dapat mengendarai kendaraan, seseorang harus memiliki SIM. Untuk memiliki SIM, orang itu harus berusia 17 tahun. Bukan berarti juga, usia 17 tahun sudah diizinkan untuk mengendari kendaraan sendiri. Kalau memang belum dinyatakan lulus, ya jangan," tambah Kak Seto.
Secara psikologis, kak Seto menilai anak seusia Dul masih mudah terpengaruh akan sesuatu hal. Tidak hanya itu, di usia yang masih sangat belia, emosi yang timbul masih belum dapat ditangani dengan baik olehnya.
"Bila ini terjadi, bukan hanya membahayakan dirinya, tapi, berbahaya juga untuk orang lain," jelas dia.
Agar hal serupa tidak terjadi lagi, kak Seto menghimbau kepada semua orangtua untuk lebih peduli, dan tidak membiarkan anak melakukan pelanggaran hukum. Secara tidak langsung, hal seperti ini adalah contoh sederhana dari orangtua yang membiarkan anak melakukan pelanggaran hukum.
(Adt/Igw)
"Ini namanya pembiaran pelanggaran hukum. Anak seusia dia (Dul), seharusnya belum memiliki izin mengemudi. Tapi, sudah diizinkan membawa mobil sendiri," kata Kak Seto, saat diwawancarai tim Health Liputan6.com, Minggu (8/9/2013)
Di usianya yang masih terbilang sangat muda, kak Seto mengatakan, Dul seharusnya dilarang oleh orangtuanya untuk tidak mengemudikan mobil seorang diri. Dan sudah seharusnya, Dul tidak dibiarkan melakukan sesuatu yang melanggar hukum seperti ini.
"Untuk dapat mengendarai kendaraan, seseorang harus memiliki SIM. Untuk memiliki SIM, orang itu harus berusia 17 tahun. Bukan berarti juga, usia 17 tahun sudah diizinkan untuk mengendari kendaraan sendiri. Kalau memang belum dinyatakan lulus, ya jangan," tambah Kak Seto.
Secara psikologis, kak Seto menilai anak seusia Dul masih mudah terpengaruh akan sesuatu hal. Tidak hanya itu, di usia yang masih sangat belia, emosi yang timbul masih belum dapat ditangani dengan baik olehnya.
"Bila ini terjadi, bukan hanya membahayakan dirinya, tapi, berbahaya juga untuk orang lain," jelas dia.
Agar hal serupa tidak terjadi lagi, kak Seto menghimbau kepada semua orangtua untuk lebih peduli, dan tidak membiarkan anak melakukan pelanggaran hukum. Secara tidak langsung, hal seperti ini adalah contoh sederhana dari orangtua yang membiarkan anak melakukan pelanggaran hukum.
(Adt/Igw)