Sukses

Pendidikan Karakter untuk Generasi Muda di Bali Dinilai Gagal

Pendidikan karakter generasi muda dinilai gagal, sehingga perilaku penyimpangan seksual semakin meningkat di Pulau Dewata.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan pendidikan karakter generasi muda dinilai gagal, sehingga perilaku penyimpangan seksual semakin meningkat di Pulau Dewata ini.
     
"Tanggung jawab pendidikan karakter adalah tanggung jawab moral dari orangtua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lingkungan sekitar," katanya di Denpasar, seperti dikutip dari Antara, Selasa (17/9/2013).
     
Dengan kondisi pendidikan karakter seperti itu, kata dia, maka menjadi salah satu penyebab meningkatnya penggunaan alat kontrasepsi di kalangan generasi muda di Bali.
     
Suarjaya tidak merinci data pasti berapa kenaikan akumulatif peningkatan pemakaian alat kontrasepsi kondom di Bali.
     
Namun, menurut Suarjaya, data yang pernah dipublikasikan beberapa waktu lalu diketahui bahwa penggunaan kondom di Bali naik  30 hingga 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
     
Hal ini, kata dia, berarti perilaku seks di luar nikah atau seks bebas semakin marak di Pulau Dewata.
     
Pengguna kondom tersebut biasanya dilakukan para perilaku seks bebas, dan hanya sedikit pengguna kondom yang dilakukan pasangan suami isteri yang sah.
     
Di sisi lain, menurut dia, meningkatnya penggunaan kondom di Bali tersebut juga bisa dikatakan meningkat pula kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom.
     
"Dampaknya sangat positif karena bisa menurunkan kasus berbagai penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS yang sangat mematikan," ujarnya.
     
Selama ini Pemprov Bali sama sekali tidak memiliki anggaran khusus untuk kontrasepsi kondom. Anggaran tersebut berasal dari APBN dan Global Fun.      
     
Ia juga berharap ke depan akses terhadap alat kontrasepsi kondom lebih mudah dan murah tetapi tetap berkualitas.
     
"Perlu dicermati kita semua. Langkah ini bukan berarti kita ingin melegalkan seks bebas atau mendukung prostitusi tetapi hanya semata-mata mencegah maupun mengurangi penularan penyakit seksual yang sangat berhubungan erat dengan perilaku seks bebas," ujarnya.
     
Suarjaya sangat mendukung upaya Ketua KPAI Bali Ketut Sudikerta yang juga adalah Wakil Gubernur Bali langkah-langkah yang dilakukan di masyarakat.
     
Sudikerta sudah secara terbuka meminta kepada pihak KPAI Bali dan KPAI kabupaten dan kota di Bali untuk lebih konsen terhadap kasus penularan HIV/AIDS.      
     
Bahkan Wagub Sudikerta meminta agar dibuatkan rancangan khusus dengan alokasi anggaran yang khusus juga. Alokasi anggaran khusus tersebut akan dimasukan dalam rancangan anggaran di tahun 2014.
     
Sebelumnya memang tidak ada anggaran khusus untuk pemberantasan HIV AIDS, dan anggaran itu diberikan melalui Dinas Kesehatan. Jumlahnya sangat minim.
     
"Dinas Kesehatan hanya memperoleh Rp500 juta. KPAI Bali hanya mendapatkan Rp500 juta," katanya.

(Abd)