Sejak 10 tahun lebih reformasi, kegiatan program KB (Keluarga Berencana) tampaknya tersisihkan oleh event-event dan isu yang hangat tapi berjangka pendek. Ini membuat semua yang dilakukan pemerintah dalam program KB selama 10 tahun menjadi kurang diperhatikan.
Begitu disampaikan Wakil Presiden, Budiono dalam sambutannya di Hari Kontrasepsi Sedunia 2013 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Kamis (26/9/2013). Ia menganggap ada alasan di balik gagalnya program KB yang dibuat selama ini.
"Dulu, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dijadikan sebagai contoh utama program KB di dunia karena angka kelahiran rata-rata nasional 5,6 anak per wanita usia subur pada akhir tahun 1960-an menjadi 2,6 pada 2012. Namun, angka ini stagnan selama 10 tahun terakhir," kata Budiono.
Meskipun prestasi kita sudah diakui dunia, tapi kata Budiono, kita masih perlu lihat kendala untuk meneruskan keberhasilan tadi.
"Kendalanya antara lain disebabkan belum dipahaminya pengelolaan laju pertumbuhan penduduk oleh pemerintah daerah. Sekarang era otonomi daerah, tapi ada sesuatu yang hilang di jalur komando. Dulu komando A misalnya bisa langsung sampai ke desa-desa. Sekarang sistemnya lain, nggak bisa ke sistem dulu. Maka itu, semoga ada beberapa format baru dari segi policy dan pelaksaan kebijakan, dan koordinasinya lebih efektif," jelasnya.
Budiono menambahkan, KB dampaknya besar, tapi baru terasa hasilnya jangka panjang. Untuk itu ia mengimbau agar alat dan obat kontrasepsi tidak terfokus di kota melainkan di daerah.
(Fit/Mel)
Begitu disampaikan Wakil Presiden, Budiono dalam sambutannya di Hari Kontrasepsi Sedunia 2013 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Kamis (26/9/2013). Ia menganggap ada alasan di balik gagalnya program KB yang dibuat selama ini.
"Dulu, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dijadikan sebagai contoh utama program KB di dunia karena angka kelahiran rata-rata nasional 5,6 anak per wanita usia subur pada akhir tahun 1960-an menjadi 2,6 pada 2012. Namun, angka ini stagnan selama 10 tahun terakhir," kata Budiono.
Meskipun prestasi kita sudah diakui dunia, tapi kata Budiono, kita masih perlu lihat kendala untuk meneruskan keberhasilan tadi.
"Kendalanya antara lain disebabkan belum dipahaminya pengelolaan laju pertumbuhan penduduk oleh pemerintah daerah. Sekarang era otonomi daerah, tapi ada sesuatu yang hilang di jalur komando. Dulu komando A misalnya bisa langsung sampai ke desa-desa. Sekarang sistemnya lain, nggak bisa ke sistem dulu. Maka itu, semoga ada beberapa format baru dari segi policy dan pelaksaan kebijakan, dan koordinasinya lebih efektif," jelasnya.
Budiono menambahkan, KB dampaknya besar, tapi baru terasa hasilnya jangka panjang. Untuk itu ia mengimbau agar alat dan obat kontrasepsi tidak terfokus di kota melainkan di daerah.
(Fit/Mel)