Meningkatnya kesadaran masyarakat akan keberadaan anak autis tidaklah cukup tanpa pengertian dan penerimaan di lingkungannya sendiri. Mengajak memasuki alam pikiran anak autis dengan autimaze adalah sebuah kampanye unik dan kreatif, untuk membuka wawasan masyarakat agar lebih menerima sekaligus memahami kondisi anak autis agar lebih mandiri.
Autimaze adalah sebuah upaya memahami dan menerima penyandang autis dengan pendekatan memosisikan diri kita sebagai mereka, sehingga bisa diterima oleh lingkungannya, sekaligus menumbuhkan percaya diri.
Ketua YAI dan psikiater anak, dr. Melly Budhiman, Sp.JK, mengatakan, penerimaan masyarakat dan lingkungan, terutama orangtua dan keluarga, membuat anak-anak spektrum autistik tidak lagi merasa terkucil dan dikucilkan.
Menurutnya, dengan penerimaan itu anak-anak autis juga tidak akan lagi menjadi korban olok-olok, ejekan, bullying, di sekolah. Ketakutan para orangtua bahwa anak spektrum autistik bisa menularkan `keanehan` kepada anak-anak lainnya, juga bisa mereda.
Â
"Ketika anak-anak spektrum autistik merasa diterima oleh lingkungannya, ia akan menjadi lebih percaya diri. Dengan kepercayaan diri anak spektrum autistik bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang seperti anak-anak lain. Ketika anak spektrum autistik tidak lagi merasa minder, pemulihan mereka akan lebih mudah. Perkembangan mereka juga lebih terbantu," kata dr Melly dalam surat elektronik yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Dr. Melly menjelaskan, hal yang tak kalah penting adalah penerimaan orangtua. Penerimaan orangtua dan masyarakat bukan hanya membantu pemulihan, tapi membantu anak spektrum autistik berkembang sesuai usianya dan `menyusul` perkembangan anak-anak lain sebayanya.
Â
Dampak penerimaan masyarakat terhadap anak spektrum autistik, juga berpengaruh kepada orangtua dengan anak spektrum autistik.
Dr Melly mengatakan, anak spektrum autistik perlu dilatih oleh orangtuanya untuk beradaptasi dengan lingkunganya, termasuk berada di tengah masyarakat dan menggunakan fasilitas umum. Dengan begitu orangtua dengan anak spektrum autistik bisa lebih mudah mengatasi rasa malu saat membawa anaknya ke tempat umum.
Autimaze adalah sebuah upaya memahami dan menerima penyandang autis dengan pendekatan memosisikan diri kita sebagai mereka, sehingga bisa diterima oleh lingkungannya, sekaligus menumbuhkan percaya diri.
Ketua YAI dan psikiater anak, dr. Melly Budhiman, Sp.JK, mengatakan, penerimaan masyarakat dan lingkungan, terutama orangtua dan keluarga, membuat anak-anak spektrum autistik tidak lagi merasa terkucil dan dikucilkan.
Menurutnya, dengan penerimaan itu anak-anak autis juga tidak akan lagi menjadi korban olok-olok, ejekan, bullying, di sekolah. Ketakutan para orangtua bahwa anak spektrum autistik bisa menularkan `keanehan` kepada anak-anak lainnya, juga bisa mereda.
Â
"Ketika anak-anak spektrum autistik merasa diterima oleh lingkungannya, ia akan menjadi lebih percaya diri. Dengan kepercayaan diri anak spektrum autistik bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang seperti anak-anak lain. Ketika anak spektrum autistik tidak lagi merasa minder, pemulihan mereka akan lebih mudah. Perkembangan mereka juga lebih terbantu," kata dr Melly dalam surat elektronik yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Dr. Melly menjelaskan, hal yang tak kalah penting adalah penerimaan orangtua. Penerimaan orangtua dan masyarakat bukan hanya membantu pemulihan, tapi membantu anak spektrum autistik berkembang sesuai usianya dan `menyusul` perkembangan anak-anak lain sebayanya.
Â
Dampak penerimaan masyarakat terhadap anak spektrum autistik, juga berpengaruh kepada orangtua dengan anak spektrum autistik.
Dr Melly mengatakan, anak spektrum autistik perlu dilatih oleh orangtuanya untuk beradaptasi dengan lingkunganya, termasuk berada di tengah masyarakat dan menggunakan fasilitas umum. Dengan begitu orangtua dengan anak spektrum autistik bisa lebih mudah mengatasi rasa malu saat membawa anaknya ke tempat umum.
2 dari 2 halaman
Anak Autis Percaya Diri
Siapa sangka lagu merdu bisa dibawakan dan diiringi penyandang autis, yang begitu percaya diri tampil dihadapan publik. Tak hanya itu, karya karya kreasi lukisan juga diciptakan penyandang autis. Anak-anak ini berhasil menunjukkan kepada masyarakat bagaimana luar biasanya pemikiran mereka.
Labirin berukuran raksasa seluas 255 meter persegi juga ditampilkan sebagai upaya untuk memvisualisasikan dan mendemonstrasikan bagaimana anak autis berpikir dan bereaksi dengan caranya yang unik melalui panca indranya. Ferina Widodo, pengurus Yayasan Autisma Indonesia mengatakan, bagi kita suara detik jam hanyalah penanda waktu, tapi bagi penyandang autis boleh jadi terdengar seperti dentuman yang sangat keras. Sementara bunga mawar mungkin memiliki aroma yang harum, tapi bisa terasa sangat menusuk hidung bagi beberapa individu autis.
Tak sedikti penyandang autis yang berhasil eksis di bidangnya, termasuk Orisa Pradito, yang kini tengah menempuh kuliah di Universitas Indonesia. Ia bercita-cita menjadi manajer artis. Sementara, Maya Soetardhio, orangtua penyandang autis, mengatakan kini tak mengkhawatirkan lagi tentang anak autis.
Masyarakat diharapkan bukan hanya memaklumi keberadaan anak autis, namun juga turut berpartisipasi dalam memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi penderita autis untuk berkembang.
(Mel/*)
Advertisement