Sukses

Di Jawa Barat, Makin Kerap Menjanda Itu Membanggakan, Lho!

Mitos dalam bidang seksual seolah tidak pernah ada habisnya datang silih berganti. Tak heran bila banyak orang kerap salah jalan atau sesat

Mitos dalam bidang seksual seolah tidak pernah ada habisnya datang silih berganti. Tak heran bila banyak orang kerap salah jalan atau tersesat.

Sebut saja mitos mengenai darah monyet yang dipercayai di suatu komunitas bisa mencegah dan menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Ada juga yang mempercayai bahwa minum obat antibiotik sebelum melakukan hubungan seksual dengan pelacur dapat mencegah atau menahan penularan penyakit menular seksual.

Bahkan di Jepara, ada sebuah tempat yang dikenal dengan sebutan Pertapaan Ratu Kalinyamat dan di Yogyakarta, Pantai Parangkusumo dipercayai sebagai tempat yang dapat membuat seseorang tampak lebih muda kalau melakukan ritual tertentu. Parahnya, ritual itu adalah melakukan hubungan seks dengan anak-anak atau dengan gadis yang masih perawan.

Tapi sebenarnya apa sih mitos itu? Prof.Koentjoro, MBSc, PhD, psikolog dari Universitas Gajah Mada dalam simposium kedokteran seksual di Surabaya beberapa waktu lalu seperti ditulis, Senin (30/9/2013) menyebutkan mitos merupakan ide atau cerita yang dipercayai banyak orang, meski faktanya tidak benar.

Psikolog yang meneliti perihal pelacuran sejak tahun 80-an ini menyebutkan juga bahwa mitos juga bisa berupa cerita kuno yang yang dibuat untuk menjelaskan kejadian-kejadian alami atau peristiwa historis. Jadi, jelas bahwa mitos merupakan kepercayaan yang diyakini masyarakat meski tidak benar faktanya.

Selanjutnya, Koentjoro dalam penjelasannya mengungkapkan bahwa pelacuran yang ada sekarang ini memiliki kaitan erat dengan tigginya kejadian cerai di Jawa Barat. Tahun 1950, mungkin merupakan tahun dimana angka rata-rata cerai menjadi angka tertinggi bahkan di seluruh dunia.

Anehnya, justru para janda ini semakin bangga dengan status janda ini. Semakin kerap menjadi janda (kawin cerai berulang kali) berarti semakin dicari atau dibutuhkan pria. "Bahkan tindakan ini justru jadi ajang kompetisi," jelas Koentjoro.

Di sisi lain, kita tahu bahwa seks di sebagian besar komunitas masyarakat Indonesia masih dianggap tabu. Namun justru nyatanya fakta tidak menunjukkan demikian. Paradoks atau kontradiksi terjadi di mana-mana. Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta membuktikan, berdasar riset yang pernah mereka lakukan ternyata setidaknya di Yogyakarta terdapat 25 toko seks (sex shop).

Tidak bisa disangkal bahwa toko semacam akan menunjang perluasan prostitusi dan relasi tidak sehat yang pada akhirnya akan menghancurkan kehidupan rumah tangga.

(Abd)
Video Terkini