Penyalahgunaan Dekstrometorfan di Indonesia semakin meningkat, hal ini membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM mengambil tindakan antisipasi agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Tindakan tersebut berupa penarikan obat dan pembatalan izin edar dekstrometorfan tunggal yang beredar di pasaran. Hal ini sesuai dengan surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.04.w.35.07.13.3855 tahun 2013 tanggal 24 Juli 2013 maka kegiatan produksi obat jadi yang mengandung dekstrometorfan tunggal harus dihentikan (pembatalan izin edar).
Dekstrometorfan merupakan antitusif yang bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk pada sususan saraf. Penyalahgunaan yang terjadi masyarakat menggunakan ini sebagai obat 'fly'.
"Dekstrometorphan banyak ditemukan pada obat batuk, namun ada juga yang diedarkan secara tunggal untuk menekan batuk. Tetapi kini sudah banyak disalahgunakan sehingga kami perlu membatalkan izin edarnya," ujar Deuti Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid, Selasa (1/10/2013).
Tindak lanjut terkait pembatalan izin Edar dekstrometorfan tunggal BPOM menggerakan balai besar atau BPOM seluruh Indonesia melakukan dua hal yaitu sebelum batas waktu penarikan yaitu 30 Juni 2014 dan sesudah penarikan.
Sebelum batas waktu mereka melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pelaku usaha (sarana produksi, distribusi dan pelayanan dengan menggunakan materi berupa tanya jawab.
Sesudah batas waktu penarikan balai melakukan pemeriksaan kembali dan memastikan obat tersebut tidak lagi beredar, evaluasi laporan, serta melaporkan hasil pelaksaanannya kepada Badan Pengawasan Narkotika, psikotroika dan zat adiktif.
"Kami (BPOM) mengajak balai-balai besar se-Indonesia untuk mengefektifkan ini dan juga memastikan pada 30Juni 2014 sudah tidak ada lagi dekstrometorphan tunggal beredar bebas," ujarnya.
Dekstrometorphan memiliki sifat analgesik atau adiktifdan tidak bekerja pada reseptor opioid, dengan penggunaan dosis yang berlebih akan menimbulkan depresi sistem saraf pusat bahkan kematian.
Zat ini beredar dalam dua bentuk yaitu tablet (dekstrometorfan HBr 10mg atau 15 mg) dan sirup (dekstrometorfan HBr 10mg atau 15 mg). Cara kerja obat sebagai penekan batuk non opiat sintetik yang bekerja sentral dengan jalan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk.
"Kalau digunakan dengan dosis rendah yakni 10 mg atau sesuai anjuran maka masih dikatakan aman, namun jika sampai 1000mg akan dissosiatif sedatif bahkan bisa berisiko kematian," ungkapnya.
(Mia/Mel/*)
Tindakan tersebut berupa penarikan obat dan pembatalan izin edar dekstrometorfan tunggal yang beredar di pasaran. Hal ini sesuai dengan surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.04.w.35.07.13.3855 tahun 2013 tanggal 24 Juli 2013 maka kegiatan produksi obat jadi yang mengandung dekstrometorfan tunggal harus dihentikan (pembatalan izin edar).
Dekstrometorfan merupakan antitusif yang bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk pada sususan saraf. Penyalahgunaan yang terjadi masyarakat menggunakan ini sebagai obat 'fly'.
"Dekstrometorphan banyak ditemukan pada obat batuk, namun ada juga yang diedarkan secara tunggal untuk menekan batuk. Tetapi kini sudah banyak disalahgunakan sehingga kami perlu membatalkan izin edarnya," ujar Deuti Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid, Selasa (1/10/2013).
Tindak lanjut terkait pembatalan izin Edar dekstrometorfan tunggal BPOM menggerakan balai besar atau BPOM seluruh Indonesia melakukan dua hal yaitu sebelum batas waktu penarikan yaitu 30 Juni 2014 dan sesudah penarikan.
Sebelum batas waktu mereka melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pelaku usaha (sarana produksi, distribusi dan pelayanan dengan menggunakan materi berupa tanya jawab.
Sesudah batas waktu penarikan balai melakukan pemeriksaan kembali dan memastikan obat tersebut tidak lagi beredar, evaluasi laporan, serta melaporkan hasil pelaksaanannya kepada Badan Pengawasan Narkotika, psikotroika dan zat adiktif.
"Kami (BPOM) mengajak balai-balai besar se-Indonesia untuk mengefektifkan ini dan juga memastikan pada 30Juni 2014 sudah tidak ada lagi dekstrometorphan tunggal beredar bebas," ujarnya.
Dekstrometorphan memiliki sifat analgesik atau adiktifdan tidak bekerja pada reseptor opioid, dengan penggunaan dosis yang berlebih akan menimbulkan depresi sistem saraf pusat bahkan kematian.
Zat ini beredar dalam dua bentuk yaitu tablet (dekstrometorfan HBr 10mg atau 15 mg) dan sirup (dekstrometorfan HBr 10mg atau 15 mg). Cara kerja obat sebagai penekan batuk non opiat sintetik yang bekerja sentral dengan jalan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk.
"Kalau digunakan dengan dosis rendah yakni 10 mg atau sesuai anjuran maka masih dikatakan aman, namun jika sampai 1000mg akan dissosiatif sedatif bahkan bisa berisiko kematian," ungkapnya.
(Mia/Mel/*)