Penyalahgunaan dekstrometorfan sediaan tunggal semakin meningkat. Menurut Survei Badan Narkotika Nasional (BNN) di Indonesia penyalahgunaan pil dekstro sebanyak 9,7 persen dari 38.000 orang atau sekitar 2.245.
Untuk menghindari peningkatan maka BPOM akan menarik izin edar dekstrometorfan tunggal. "Untuk mengantisipasi meningkatnya penyalahgunaan pil dekstro maka kami (BPOM) menarik izin edar pada industri farmasi, karena telah menimbulkan efek berbahaya bahkan sampai berisiko kematian," ujar Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza, BPOM RI, Dra. Retno Tyas Utami, Apt. M.Epid, ditulis Rabu (2/10/2013).
Selama masa tenggang waktu yakni batas akhir 30 Juni 2014, perusahaan farmasi diberi kesempatan untuk melakukan sosialisasi ke konsumen terkait penarikan izin edar.
Sebelum batas waktu tersebut produsen farmasi diharuskan melapor ke BPOM secara berkala tiap bulan tentang jumlah bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi termasuk sediaan kombinasi paling lambat tiap tanggal 15.
"Selama tenggang waktu ini para produsen harus memberi laporan kepada BPOM berapa banyak yang diproduksi, dan kemana saja didistribusikan tiap tanggal 15 per bulannya," tutur Direktur Pengawasan NAPZA Badan POM RI, Togi Hutajulu.
Pelaporan ini untuk mencegah penyalahgunaan obat karena pendistribusian yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tidak hanya berlaku bagi produsen DMP tunggal, tapi juga produsen obat lainnya.
Retno menegaskan, jenis yang ditarik hanya pada dekstrometorfan sediaan tunggal, karena jenis inilah yang paling berbahaya dan disalahgunakan sebagai pil 'fly' (bisa membuat tidak sadar).
Retno juga menambahkan pencabutan izin edar ini karena ada satu pabrik (tidak disebutkan nama) mampu memproduksi hingga 10 juta pil DMP sediaan tunggal per tahun. Namun sangat disayangkan produsen tidak memantau pendistribusiannya.
"Kami menarik pil dekstro sediaan tunggal, karena ini yang kerap disalahgunakan dan berbahaya karena efeknya permanen kepada penggunanya. dan Kami (BPOM) sudah mengantongi 52 produsen dengan 130 Nomor Izin Edar yang akan dicabut," katanya.
Sanksi tegas akan diberikan kepada industri farmasi yang masih memproduksi dan mengedarkan pil dekstro setelah lewat batas waktu penarikan.
"Setelah ditarik pada batas waktu 30 Juni 2014, maka obat tersebut sifatnya ilegal, dan akan dikenakan sanksi tegas," tegas Retno.
(Mia/Abd)
Untuk menghindari peningkatan maka BPOM akan menarik izin edar dekstrometorfan tunggal. "Untuk mengantisipasi meningkatnya penyalahgunaan pil dekstro maka kami (BPOM) menarik izin edar pada industri farmasi, karena telah menimbulkan efek berbahaya bahkan sampai berisiko kematian," ujar Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza, BPOM RI, Dra. Retno Tyas Utami, Apt. M.Epid, ditulis Rabu (2/10/2013).
Selama masa tenggang waktu yakni batas akhir 30 Juni 2014, perusahaan farmasi diberi kesempatan untuk melakukan sosialisasi ke konsumen terkait penarikan izin edar.
Sebelum batas waktu tersebut produsen farmasi diharuskan melapor ke BPOM secara berkala tiap bulan tentang jumlah bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi termasuk sediaan kombinasi paling lambat tiap tanggal 15.
"Selama tenggang waktu ini para produsen harus memberi laporan kepada BPOM berapa banyak yang diproduksi, dan kemana saja didistribusikan tiap tanggal 15 per bulannya," tutur Direktur Pengawasan NAPZA Badan POM RI, Togi Hutajulu.
Pelaporan ini untuk mencegah penyalahgunaan obat karena pendistribusian yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tidak hanya berlaku bagi produsen DMP tunggal, tapi juga produsen obat lainnya.
Retno menegaskan, jenis yang ditarik hanya pada dekstrometorfan sediaan tunggal, karena jenis inilah yang paling berbahaya dan disalahgunakan sebagai pil 'fly' (bisa membuat tidak sadar).
Retno juga menambahkan pencabutan izin edar ini karena ada satu pabrik (tidak disebutkan nama) mampu memproduksi hingga 10 juta pil DMP sediaan tunggal per tahun. Namun sangat disayangkan produsen tidak memantau pendistribusiannya.
"Kami menarik pil dekstro sediaan tunggal, karena ini yang kerap disalahgunakan dan berbahaya karena efeknya permanen kepada penggunanya. dan Kami (BPOM) sudah mengantongi 52 produsen dengan 130 Nomor Izin Edar yang akan dicabut," katanya.
Sanksi tegas akan diberikan kepada industri farmasi yang masih memproduksi dan mengedarkan pil dekstro setelah lewat batas waktu penarikan.
"Setelah ditarik pada batas waktu 30 Juni 2014, maka obat tersebut sifatnya ilegal, dan akan dikenakan sanksi tegas," tegas Retno.
(Mia/Abd)