Sukses

Pemulung, Bangga Hidup Sederhana Meski Anak Tinggal di Apartemen

Amat Arifin dan Novita hidup di kolong jembatan sebagai pemulung. Namun, tak ada yang menyangka anak-anaknya berhasil lulus kuliah.

Lingkungan kotor, tumpukan sampah, dan air cokelat Kali Ciliwung menjadi pemandangan keseharian Amat Arifin (50) dan Novita (48), sepasang pemulung. Tempat tinggal yang jauh dari nyaman dan layak tidak membuat mereka putus asa dan mengeluh. Justru pasangan suami istri ini menikmatinya.

Kehidupan orangtua delapan anak ini serba pas-pasan, namun kondisi itu tidak membuat keduanya memilih cara singkat dengan mengemis,  menerima bantuan dari orang lain atau anaknya sendiri.

"Kami tidak ingin merepotkan. Jangan sampai deh ngemis. Mengemis itu lebih rendah dari maling dan kami tidak mau itu," ujar wanita keklahiran Kediri, 20 Mei 1955 ini.

Kedelapan anak mereka terbilang sudah mampu untuk membiayai hidup Amat dan Novi, tapi itu tidak dimanfaatkan mereka. "Saya tidak mau seperti memanfaatkan, kami menikmati dan hidup nyaman seperti ini biarpun makan hanya tahu dan tempe daripada hidup layak tetapi tidak nyaman buat apa," papar pria kelahiran Kendal, 12 Mei 1953 ini.

Putri ketiga mereka lulusan S1 Akutansi di salah satu Universitas di Jakarta dan Amat mengatakan sekarang sudah bekerja di perusahaan rokok terkenal.

"Anak saya yang ketiga sudah lukus S1 Akutansi, sekarang diambil kerja di perusahaan rokok. Saat mengajukan beasiswa, pihak kampus tidak percaya kalau anak kami dari keluarga pemulung," terang Amat dan ditulis Selasa (29/10/2013).

Anak Amat dan Novi yang lain tinggal di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Utara, namun Amat dan Novi lagi-lagi mengaku tidak ingin merepotkan anak.

Walaupun keduanya menjadi pemulung tidak membuat anak-anak mereka malu dan angkuh. "Walaupun kami begini anak kami masih sering datang dan mereka masih cium tangan kami. Kami bangga dengan anak-anak kami yang tidak malu punya orangtua pemulung," papar Amat.

Mereka kini yang membantu anak-anak Amat dan Novi yang tinggal di Jawa Tengah. "Intinya bersyukur dan percaya Tuhan itu adil, kalau sudah begitu jalan hidup terasa nikmat aja biarpun makan seadanya," ungkap Amat.

(Mia/Mel/*)