76 persen anak kelas 4-6 SD pernah melihat pornografi. Sementara survei BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) pada 2010 menunjukkan bahwa 51 persen remaja di Jabodetabek telah nmelakukan seks pra nikah.
Jadi jelas berkembangnya teknologi ternyata tidak keseluruhan berdampak positif bagi anak. Buktinya, akses pornografi justru semakin mudah diakses oleh anak.
Hal ini disampaikan oleh komisioner KPAI bidang pornografi dan Napza, Maria Advianti. Ia mengatakan bahwa KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saat ini sedang mendesak GTP3 (Gugus Tugas Pencegahan dan penanganan Pornografi) yang dibentuk pemerintah untuk bekerja serius menangani persolan pornografi yang makin mudah diakses anak.
"Pornografi masih sangat mudah diakses bahkan oleh anak usia belia hingga remaja. Anak dapat mengakses pornografi melalui internet, handphone atau smartphone, CD porno, televisi dan media lain," kata Maria dalam pesan singkatnya pada Liputan6.com, Selasa (19/11/2013).
Yang menyedihkan, selain menjadi konsumen pornografi, anak juga sudah terbiasa melihat pornografi bahkan bisa menirukan adegan porno yang dilihatnya.
"Kasus video porno yang diperankan SMP di Jakarta beberapa waktu lalu itu membuktikan bahwa anak-anak yang terbiasa melihat pornografi akan menirunya," jelas Maria.
Masalahnya, Maria menyampaikan, anak yang terbiasa melihat pornografi rentan melakukan hubungan seksual pranikah dan rentan menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual.
Sebelumnya, GTP3 merupakan gugus tugas yang dibentuk presiden sebagai amanat UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Keanggotaannya terdiri dari 17 kementerian dan lembaga. Tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap peredaran pornografi di masyarakat, kampanye bahaya pornografi dan pembinaan bagi anak-anak yang terpapar pornografi, serta mendorong penegakan hukum atas pelanggaran pornografi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(Fit/Abd)
Jadi jelas berkembangnya teknologi ternyata tidak keseluruhan berdampak positif bagi anak. Buktinya, akses pornografi justru semakin mudah diakses oleh anak.
Hal ini disampaikan oleh komisioner KPAI bidang pornografi dan Napza, Maria Advianti. Ia mengatakan bahwa KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saat ini sedang mendesak GTP3 (Gugus Tugas Pencegahan dan penanganan Pornografi) yang dibentuk pemerintah untuk bekerja serius menangani persolan pornografi yang makin mudah diakses anak.
"Pornografi masih sangat mudah diakses bahkan oleh anak usia belia hingga remaja. Anak dapat mengakses pornografi melalui internet, handphone atau smartphone, CD porno, televisi dan media lain," kata Maria dalam pesan singkatnya pada Liputan6.com, Selasa (19/11/2013).
Yang menyedihkan, selain menjadi konsumen pornografi, anak juga sudah terbiasa melihat pornografi bahkan bisa menirukan adegan porno yang dilihatnya.
"Kasus video porno yang diperankan SMP di Jakarta beberapa waktu lalu itu membuktikan bahwa anak-anak yang terbiasa melihat pornografi akan menirunya," jelas Maria.
Masalahnya, Maria menyampaikan, anak yang terbiasa melihat pornografi rentan melakukan hubungan seksual pranikah dan rentan menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual.
Sebelumnya, GTP3 merupakan gugus tugas yang dibentuk presiden sebagai amanat UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Keanggotaannya terdiri dari 17 kementerian dan lembaga. Tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap peredaran pornografi di masyarakat, kampanye bahaya pornografi dan pembinaan bagi anak-anak yang terpapar pornografi, serta mendorong penegakan hukum atas pelanggaran pornografi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(Fit/Abd)