"Perlu kajian menyeluruh. Produk farmasi perlu dipisahkan dari makanan dan minuman dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH)," katanya melalui siaran pers yang diterima redaksi, ditulis Minggu (08/12/2013).
Dia menjelaskan, sulit membuat sertifikasi halal pada obat dan vaksin.
Menteri memberikan contoh, untuk vaksin yang tidak mengandung babi, namun katalisatornya mengandung unsur babi, maka akan menimbulkan kerumitan tersendiri.
Advertisement
Kerumitan akan timbul, jika vaksin itu dibutuhkan secara mendesak, misalkan orang dengan penyakit kronis yang perlu segera mengonsumsi obat atau vaksin.
Sementara, orang sakit tersebut tidak boleh mengonsumsi obat atau vaksin yang dibutuhkan karena tidak memiliki sertifikat halal.
Ia juga menambahkan bahwa Kemenkes tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Muhammad Baghowi menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi hambatan RUU ini segera diundangkan.
 "Sebenarnya, DPR setuju dengan RUU ini. Tapi poin-poin yang ada di dalam draf RUU yang membuatnya alot," ujar dia.
Poin itu terkait wajib tidaknya aturan ini diterapkan nantinya.
"MUI minta ini mandatori (wajib), sementara DPR sudah mulai mengarahkan pada voluntary (sukarela). Tapi bagaimana dengan pengusaha kecil," tuturnya. (Abd)