Sukses

Dok, Kami Mau Obat yang Halal!

Menurut IDI hanya segelintir obat yang bermasalah (haram), dan kebanyakan obat berbahan dasar tumbuhan dan hewan.

Halal atau haram masih menjadi satu hal yang sensitif di Indonesia. Beberapa pekan lalu Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyinggung tentang sertifikat halal dari obat-obatan yang beredar.

Terkait hal ini Ikatan Dokter Indonesia pun angkat suara, menurut Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Masfar Salim, MS, SpFK isu obat haram sudah sejak delapan tahun lalu masih belum juga ada titik temunya.

"Ini sebenarnya isu lama sudah lama sejak 2005 masih juga belum selesai. Kalau dokter bukan pihak yang mengatakan obat itu halal atau haram karena dokter juga sebagai user bukan yang membuat obatnya," kata Masfar di Kantor Pengurus Besar IDI, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2013).

Isu yang beredar menurut Masfar menimbulkan keresahan masyarakat, mereka khawatir dengan obat-obatan yang diberikan dokter.

"Kalau masyarakat khawatir kemudian takut lalu beralih ke pengobatan alternatif, apa malah tidak berbahaya. Efektivitas pengobatan alternatif itu belum terbukti secata empiri sehingga risikonya bisa jadi lebih besar," kata Masfar.

Masfar menceritakan ada beberapa pasien yang mengatakan ingin diberikan obat halal. "Waktu itu ada yang bilang dok kami mau obat halal. Sekali lagi dokter hanya memakai obat tidak terlibat dalam produksinya dan juga bukan pihak yang menentukan obat halal atau haram," ujar Masfar.

Menurut Masfar obat dihasilkan dengan proses yang lama yaitu waktu lima sampai sepuluh tahun. Selain itu juga membutuhkan dana yang tidak sedikit serta bahan baku obat juga tidak semuanya bisa diperoleh dari bahan di luar babi.

"Enzim tripsin memang tidak hanya dari babi, sapi misalnya juga ada tapi itu bekerjanya tidak efektif seperti yang ada pada babi. Pendapat saya pribadi mengatakan sesutau yang haram bila mengkaji dari alquran al baqarah 173 boleh kalau memang tidak ada lagi pilihannya," kata Mafar menjelaskan.

Masfar juga menyetujui pendapat Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi SpA, M.P.H yang mengatakan tidak semua obat perlu diserftifikasi halal.

"Tidak betul kalau hampir semua obat itu haram. Kalau dari bahannya sudah jelas kan obat itu dari hewan dan tumbuhan dan tidak perlu ada sertifikasi halal lagi. Sama seperti misalnya kita tahu bayam itu halal, apa perlu dikasih sertifikat halal lagi?," kata Masfar.

Selain itu Masfar pun mengatakan sebenarnya Majelis Ulama Indonesia membolehkan untuk sementara sampai sudah ditemukan obat halal penggantinya.

"MUI sendiri juga sudah mengatakan boleh tapi memang untuk sementara sampai ada obat halal penggantinya. Lagipula tidak semua obat itu haram, hanya segelintir seperti vaksin dan beberapa pengencer darah," ujarnya.

IDI berharap isu tentang obat haram segera selesai dan tidak lagi menimbulkan keresahan masyarakat. "Yang menentukan obat itu halal atau haram kan pabrik obat, BPOM, dan MUI nah kami berharap ketiganya ada upaya duduk bersama segera membahas hal ini. Kami dokter kan hanya user yang memberi tahu informasi manfaat kandungan di obat bukan terlibat produksi apalagi menentukan halal atau haram," katanya menjelaskan.

(Mia/Abd)

Baca Juga :

IDI: 90 Persen Obat Halal
IDI: Obat Haram yang Beredar Hanya Segelintir
Tak Sama dengan Makanan, Tak Semua Obat Perlu Sertifikat Halal