Sukses

Trauma Gadis J, Korban `Trafficking`yang Selalu Ingin Bunuh Diri

Anak-anak yang menajdi korban kasus kejahatan seksual akan mengalami trauma yang mendalam, untuk itu diperlukan pengawasan yang ketat.

Kasus kejahatan seksual di kalangan anak Indonesia masih terbilang tinggi. Di tahun 2013 Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Anak) mengaku menerima pengaduan sebanyak 1.620 kejahatan seksual yang melibatkan anak.

"Kasus kejahatan seksual di Indonesia masih memprihatinkan. Kami menerima laporan sebanyak 1.620 kasus yang melibatkan anak, setiap bulannya hampir 70-80n anak mengalami kekerasan seksual. Ironisnya kasus kekerasan terjadi di lingkungan terdekat anak seperti keluarga, teman, lingkungan rumah dan sekolah," kata Sekertaris Jenderal Komnas Anak, Samsul Ridwan, seperti ditulis Senin (23/12/2013).

Kasus yang menimpa anak tersebut berdampak buruk pada kondisi psikologis mereka. "Anak-anak yang tertimpa musibah kasus kejahatan seksual ini kondisi psikologisnya akan terganggu. Ini berbahaya untuk mereka. Bisa saja mereka berpikir masa depannya sudah hancur," kata Ketua Umum Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait.

Ambi contoh seperti yang dialami gadis berinisial J dari Purwekorto. Gadis kelahiran Cilacap 1 September 1997 ini menurut pengakuan ibunya telah dijual teman sebayanya kepada pelaku trafficking bernama Edward Hosea.

"Kejadian ini saya laporkan ke polisi pada 7 Oktober 2012. Saat itu anak saya dibawa teman sekolahnya ke sebuah hotel di Purwekerto kemudian dijual ke pelaku trafficking. Pelaku ada lima orang yaitu satu yang membeli, dua menjual, yang lainnya memperkosa. Teman yang membawanya itu mendapatkan uang Rp. 800.000," kata Ibu korban, Diana Noviani saat dihubungi Liputan6.com.

Wanita berusia 39 tahun ini mencari keadilan untuk sang putri tercinta karena kondisi gadis 'J' sedang terombang-ambing. "Pelaku memang sudah ditangkap namun yang saya bingung kenapa ancaman hukumannya berubah dari delapan tahun menjadi hanya satu tahun. Ini tidak adil. Anak saya sekarang selalu ingin bunuh diri, cepat emosi dan selalu curiga kepada siapapun karena ketakutannya. Dan tiap malam dia selalu dihantui kejadian yang membuat vaginanya berdarah-darah," kata istri dari Nicolas warga negara Perancis ini.

Untuk meminta keadilan ini Diana dan suami mendapatkan bantuan kuasa hukum dari kedutaan Perancis di Indonesia. "Saat itu saya disodorkan nama-nama pengacara dari kedutaan Perancis karena suami warga negara sana. Kami berharap kuasa hukum yang diberikan dapat membantu kami di pengadilan. Saya hanya ingin keadilan untuk anak saya," kata Diana.

Menurut kuasa hukumnya, Sangap Sidauruk SH, saat ini keluarga Diana sedang mengajukan kasasi ke pengadilan tinggi Semarang. "Saat ditangkap Januari 2013 pelaku Edward yang trafficking itu dijatuhkan hukuman delapan tahun tetapi kami bingung sekarang menjadi hanya satu tahun. Dan putusan pun kami tidak diberikan, bahkan Diana sempat diusir dari pengadilan saat menanyakan keadilan untuk anaknya," kata Sangap.

Diana berharap trauma mendalam yang dialami putri kesayangannya dapat hilang. "Saya sudah membawanya ke psikolog-psikolog, kami orangtua hanya berharap trauma mendalamnya smebuh dan pelaku mendapatkan ganjaran yang setimpal. Pelaku trafficking dijerat 8 tahun dan pelaku lainnya 3 sampai 4 tahun," ujar Diana.

Menurut Arist Merdeka, saat ini hukum di Indonesia masih belum adil dan anak-anak masih belum mendapatkan perlindungan yang layak.

"Para pengadilan harus bisa berpihak pada korban, terlebih yang menimpa anak-anak. Pergunakan Undang-Undang perlindungan anak itu harus benar bukan asal-asalan. Trauma yang mendalam dari korban itu akan merusak masa depannya," kata Arist.

Menurut pemerhati anak, Seto Mulyadi sebaiknya para orangtua dan pihak yang berada di sekitar anak perlu lebih peduli dan mengawasi orang-orang yang mencurigakan. "Kondisi korban pasti mengalami trauma mendalam dan itu bisa terjadi berkepanjangan. Untuk itu mari cegah dan lakukan gerakan stop pada kejahatan seksual anak," kata Seto.

(Mia/Abd)