"Terhadap pasien dari keluarga kurang mampu, perilaku dokter terlihat lebih memihak ke industri farmasi," kata Ribka Tjiptaning ketika membuka Rapat Kerja Bidang Kesehatan "Apakah BPJS Sesuai dengan Konstitusi dan Harapan Rakyat" di DPP PDI Perjuangan, Jakarta, seperti dikutip dari Antara Senin (30/12/2013).
Ribka menyatakan sering menerima pengaduan dari masyarakat yang mengeluhkan perilaku dokter yang mengutamakan biaya daripada menolong pasien.
Padahal, pasal 32 UU tentang Rumah Sakit menyebutkan rumah sakit tiak boleh menolak pasien, tidak boleh menerima uang di muka, serta tidak boleh menjual obat.
Advertisement
Demikian juga pasal 28 UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara Indonesia memiliki hal yang sama di muka hukum, termasuk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Namun realitasnya, kata dia, rumah sakit menolak pasien dari keluarga tidak mampu dengan alasan rumah ruangan sudah penuh.
"Ada juga rumah sakit yang beralasan obatnya habis dan menjual obat melalui apotik di rumah sakit tersebut yang menjadi tambahan pemasukan," katanya.
Politikus PDI Perjuangan ini menambahkan soal obat-obatan yang dijual di apotek, karena ada perusahaan farmasi yang menjanjikan bonus jika menjual produk obatnya dalam jumlah tertentu.
Dokter alumni sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta ini menyatakan sedih dengan kondisi pelayanan kesehatan dan perilaku sejumlah dokter saat ini.
Ia mengingatkan dokter untuk lebih mengutamakan pelayanan kesehatan dan menolong pasien dari pada mengejar bonus.
"Apalagi sumpah dokter, adalah mengutamakan menolong pasien dan tidak membedakan status sosial ekonomi pasien," katanya.
(Abd)