Banyaknya keluhan mengenai program kesehatan pemerintah atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) membuat Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara.
Sultan menilai, agar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dapat dikelola oleh daerah setingkat provinsi agar setiap daerah dapat membentuk jaminan kesehatan masyarakat sendiri dan tidak secara nasional seperti sistem BPJS saat ini.
"Pertanyaan saya, kenapa semuanya harus nasional? Mbok sudah, daerah - daerah provinsi kamu harus membentuk jaminan kesehatan sosial untuk masyarakat kamu. Termasuk di tingkat 1 Kabupaten juga membuat. Kenapa sih dengan otonomi daerah kok akhirnya semua juga nasional", kata Sultan ketika berdialog dengan wartawan di Kepatihan Senin (13/01/2014).
Sultan menginginkan, setiap daerah nanti dapat melakukan sendiri program jaminan kesehatannya, sementara pusat bisa membantu jika ada kekurangan masalah pembiayaan saja.
Langkah ini diusulkan Sultan, karena sudah adanya kebijakan otonomi daerah sehingga setiap daerah mempunyai mekanisme sendiri dalam jaminan kesehatan warganya. Dan juga agar program bpjs tidak bertabrakan dengan sistem jaminan kesehatan yang sudah ada seperti Jamkesta.
Sultan khawatir jika nantinya program ini diberlakukan seperti sistem yang dijalankan Asuransi Kesehatan (Askes) sebelumnya, yaitu dengan adanya kuota dalam layanannya maka akan ada warganya yang tidak mendapat layanan kesehatan. Kekhawatiran inilah yang membuatnya dan DPRD DIY sepakat untuk tetap mempunyai anggaran bagi pembiayaan kesehatan warga yang tidak tercover Oleh BPJS.
"Mengko dijatah meneh ( Jawa: nanti dijatah lagi) , kayak Askes dikuota. Sedang di daerah modelnya tidak kuota. Berapa yang miskin jumlahnya semuanya dilayani", kata Sultan.
Sultan menegaskan jika program ini untuk seluruh rakyat Indonesia maka yang berlaku tidak berdasarkan jumlah kuota dalam layanan jaminan kesehatan, namun sesuai dengan jumlah warga yang tidak mampu. Sultan juga mempertanyakan jika nantinya pada tahun 2019, hanya ada satu BPJS, maka akan berimbas pada jumlah pembatasan kuota atau tidak.
(Fit/Abd)
Sultan menilai, agar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dapat dikelola oleh daerah setingkat provinsi agar setiap daerah dapat membentuk jaminan kesehatan masyarakat sendiri dan tidak secara nasional seperti sistem BPJS saat ini.
"Pertanyaan saya, kenapa semuanya harus nasional? Mbok sudah, daerah - daerah provinsi kamu harus membentuk jaminan kesehatan sosial untuk masyarakat kamu. Termasuk di tingkat 1 Kabupaten juga membuat. Kenapa sih dengan otonomi daerah kok akhirnya semua juga nasional", kata Sultan ketika berdialog dengan wartawan di Kepatihan Senin (13/01/2014).
Sultan menginginkan, setiap daerah nanti dapat melakukan sendiri program jaminan kesehatannya, sementara pusat bisa membantu jika ada kekurangan masalah pembiayaan saja.
Langkah ini diusulkan Sultan, karena sudah adanya kebijakan otonomi daerah sehingga setiap daerah mempunyai mekanisme sendiri dalam jaminan kesehatan warganya. Dan juga agar program bpjs tidak bertabrakan dengan sistem jaminan kesehatan yang sudah ada seperti Jamkesta.
Sultan khawatir jika nantinya program ini diberlakukan seperti sistem yang dijalankan Asuransi Kesehatan (Askes) sebelumnya, yaitu dengan adanya kuota dalam layanannya maka akan ada warganya yang tidak mendapat layanan kesehatan. Kekhawatiran inilah yang membuatnya dan DPRD DIY sepakat untuk tetap mempunyai anggaran bagi pembiayaan kesehatan warga yang tidak tercover Oleh BPJS.
"Mengko dijatah meneh ( Jawa: nanti dijatah lagi) , kayak Askes dikuota. Sedang di daerah modelnya tidak kuota. Berapa yang miskin jumlahnya semuanya dilayani", kata Sultan.
Sultan menegaskan jika program ini untuk seluruh rakyat Indonesia maka yang berlaku tidak berdasarkan jumlah kuota dalam layanan jaminan kesehatan, namun sesuai dengan jumlah warga yang tidak mampu. Sultan juga mempertanyakan jika nantinya pada tahun 2019, hanya ada satu BPJS, maka akan berimbas pada jumlah pembatasan kuota atau tidak.
(Fit/Abd)