Persiapan menjelang perubahan sistem jaminan kesehatan atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) disebut-sebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tapi banyak yang menilai bahwa program pemerintah ini terkesan dipaksakan, benarkah demikian?
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti mengatakan bahwa proses dalam sistem jaminan kesehatan saat ini memang membutuhkan persiapan dan waktu yang panjang serta campur tangan dari berbagai pihak.
"Sosialisasi itu butuh waktu, kalau kuliah saja butuh 2 SKS (sistem kredit semester, penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar) atau 6 bulan untuk membuat orang lain paham. Jadi wajar kalau masih banyak yang belum paham karena ini memang kompleks," jelas Wamenkes dalam acara silaturahmi sosial 'Mendorong Optimalisasi Pelayanan Kesehatan', di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (4/2/2014).
Wamenkes menegaskan, bahwa di negara lain agar optimal dari penyusunan undang-undang sampai implementasi, di Jerman butuh waktu 100 tahun. Tapi Indonesia, ada program yang jelas agar bisa optimal dalam 5 tahun.
"Yang jelas proses ini memerlukan persiapan dan waktu yang sangat panjang. Tapi kita lihat Indonesia itu sudah menjamin yang belum dijamin. Yang dulu peserta jamkesmas sekarang masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran). Padahal data BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan bahwa orang miskin atau tidak mampu hanya 29 jutaan," jelasnya.
Dulu, Wamenkes menerangkan bahwa Jamkesmas hanya mengkaver 76,4 juta dan sekarang dengan adanya JKN masyarakat tidak mampu yang termasuk PBI ditanggung sebanyak 86,4 juta.
"Meskipun sudah berlipat dari jumlah orang miskin, tapi ternyata di lapangan masih banyak yang merasa miskin dan nggak mampu. untuk itu di beberapa daerah ada yang memiliki inisiatif untuk jamkesda yang secara bertahap akna integrasi dengan BPJS Kesehatan," tambahnya.
Selain itu, Wamenkes menambahkan, evaluasi ke depannya terkait keluhan tenaga kesehatan dan masyarakat masih akan terus dilihat perkembangannya hingga 6 bulan kedepan.
(Fit/Abd)
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti mengatakan bahwa proses dalam sistem jaminan kesehatan saat ini memang membutuhkan persiapan dan waktu yang panjang serta campur tangan dari berbagai pihak.
"Sosialisasi itu butuh waktu, kalau kuliah saja butuh 2 SKS (sistem kredit semester, penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar) atau 6 bulan untuk membuat orang lain paham. Jadi wajar kalau masih banyak yang belum paham karena ini memang kompleks," jelas Wamenkes dalam acara silaturahmi sosial 'Mendorong Optimalisasi Pelayanan Kesehatan', di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (4/2/2014).
Wamenkes menegaskan, bahwa di negara lain agar optimal dari penyusunan undang-undang sampai implementasi, di Jerman butuh waktu 100 tahun. Tapi Indonesia, ada program yang jelas agar bisa optimal dalam 5 tahun.
"Yang jelas proses ini memerlukan persiapan dan waktu yang sangat panjang. Tapi kita lihat Indonesia itu sudah menjamin yang belum dijamin. Yang dulu peserta jamkesmas sekarang masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran). Padahal data BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan bahwa orang miskin atau tidak mampu hanya 29 jutaan," jelasnya.
Dulu, Wamenkes menerangkan bahwa Jamkesmas hanya mengkaver 76,4 juta dan sekarang dengan adanya JKN masyarakat tidak mampu yang termasuk PBI ditanggung sebanyak 86,4 juta.
"Meskipun sudah berlipat dari jumlah orang miskin, tapi ternyata di lapangan masih banyak yang merasa miskin dan nggak mampu. untuk itu di beberapa daerah ada yang memiliki inisiatif untuk jamkesda yang secara bertahap akna integrasi dengan BPJS Kesehatan," tambahnya.
Selain itu, Wamenkes menambahkan, evaluasi ke depannya terkait keluhan tenaga kesehatan dan masyarakat masih akan terus dilihat perkembangannya hingga 6 bulan kedepan.
(Fit/Abd)