Meletusnya Gunung Kelud membuat abu menyelimuti beberapa wilayah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Meski kandungan logam di abu vulkanik masih di bawah ambang batas, namun kandungan Silika (Si) dan Besi (Fe) bisa berdampak bagi kesehatan dan mencemari air.
Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Kelud, Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan di DI Yogyakarta (UPT DitJen P2PL) melakukan pemeriksaan. DirJen P2PL Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama dalam rilisnya menjelaskan, pada pemeriksaan kandungan logam dilakukan dua metoda yaitu USEPA dn TCLP.
"USEPA untuk mengetahui total kandungan per satuan berat, sedangkan TCLP untuk mengetahui konsentrasi yang terlarut (berapa konsentrasi logam tersebut yang bisa terlarut bila debu vulkanik terkena/bercampur dengan air)," tulis Profesor Tjandra, Senin (17/2/2014).
Dari pemeriksaan, secara umum ditemukan berbagai logam seperti Timbal, Tembaga, Krom, Seng, Mangan, Besi dan Silika. Semuanya masih di bawah ambang batas.
"Namun yang perlu mendapat perhatian adalah adanya Silika (Si) dan Besi (Fe). Si akan berpotensi menimbulkan iritasi pada kulit, mata dan pernapasan karena Si berupa butiran kecil yang tajam, sedangkan Besi (Fe) maka bila bertemu dengan air dan Mangan (Mn) maka akan menyebabkan air berbau amis dan berubah warna menjadi kecoklatan sampai kehitam-hitaman," tulis Profesor Tjandra.
Selain kandungan logam, juga dilakukan analisis kualitas air sumur warga. Hasilnya, enam sampel air sumur gali yang diambil di sekitar kantor BBTKLPP Yogyakarta secara umum masih bagus.
"Kualitas fisik air yakni satu dari 6 sampel yang diuji mempunyai tingkat kekeruhan 27 NTU yang berarti melebihi Persyaratan Kualitas Air Bersih berdasarkan PMK RI No.416 tahun 1990 yaitu 25 NTU.
"Kualitas kimia air: dua dari 6 sampel yang diuji mempunyai pH 6,4 yang berarti tidak memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan PMK RI No.416 tahun 1990 (pH sesuai persyaratan 6,5-9)."
(Mel/Abd)
Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Kelud, Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan di DI Yogyakarta (UPT DitJen P2PL) melakukan pemeriksaan. DirJen P2PL Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama dalam rilisnya menjelaskan, pada pemeriksaan kandungan logam dilakukan dua metoda yaitu USEPA dn TCLP.
"USEPA untuk mengetahui total kandungan per satuan berat, sedangkan TCLP untuk mengetahui konsentrasi yang terlarut (berapa konsentrasi logam tersebut yang bisa terlarut bila debu vulkanik terkena/bercampur dengan air)," tulis Profesor Tjandra, Senin (17/2/2014).
Dari pemeriksaan, secara umum ditemukan berbagai logam seperti Timbal, Tembaga, Krom, Seng, Mangan, Besi dan Silika. Semuanya masih di bawah ambang batas.
"Namun yang perlu mendapat perhatian adalah adanya Silika (Si) dan Besi (Fe). Si akan berpotensi menimbulkan iritasi pada kulit, mata dan pernapasan karena Si berupa butiran kecil yang tajam, sedangkan Besi (Fe) maka bila bertemu dengan air dan Mangan (Mn) maka akan menyebabkan air berbau amis dan berubah warna menjadi kecoklatan sampai kehitam-hitaman," tulis Profesor Tjandra.
Selain kandungan logam, juga dilakukan analisis kualitas air sumur warga. Hasilnya, enam sampel air sumur gali yang diambil di sekitar kantor BBTKLPP Yogyakarta secara umum masih bagus.
"Kualitas fisik air yakni satu dari 6 sampel yang diuji mempunyai tingkat kekeruhan 27 NTU yang berarti melebihi Persyaratan Kualitas Air Bersih berdasarkan PMK RI No.416 tahun 1990 yaitu 25 NTU.
"Kualitas kimia air: dua dari 6 sampel yang diuji mempunyai pH 6,4 yang berarti tidak memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan PMK RI No.416 tahun 1990 (pH sesuai persyaratan 6,5-9)."
(Mel/Abd)