Belum selesai duka pengungsi akibat erupsi Gunung Sinabung, kini Gunung Kelud di Kediri meletus kembali. Dampaknya, tentu bukan hanya awan panas dan lahar tapi juga debu yang beterbangan sampai ratusan kilometer yang menyebabkan banyak dampak kesehatan.
Seperti diungkapkan Pulmonologist, dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD,KP FINASIM bahwa secara kasar, abu vulkanik itu seperti abu semen (batuan kecil dan halus) yang terlempar ke atas. Masalahnya, abu ini bila terhirup, mengenai mata dan kulit bisa berdampak pada kesehatan.
"Kalau masuk mata jadi panas, perih. Kalau partikelnya kecil bisa masuk ke paru-paru bagian dalam dan kalau pertikelnya besar, bisa nyangkut ke tenggorkan. Yang bahaya bila partikel ini masuk ke alveolus atau paru-paru bagian bawah, sehingga bisa radang paru-paru hingga kematian," kata Ceva saat temu media 'Dampak Debu Letusan Gunung Berapi Terhadap Kesehatan' di kantor PB PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), Jakarta, ditulis Rabu (19/2/2014).
Menurut Ceva, paru-ini tempatnya oksigen. Jika jumlah abu vulkanik yang masuk ke paru-parunya banyak, maka nyawa bisa melayang. Yang harus hati-hati adalah partikel ini bisa terbawa jauh hingga ratusan kilometer dan dianggap hanya debu biasa seperti asap kebakaran dan embun.
"Banyak yang tidak sadar, debu vulkanik yang telah jauh terbawa bisa merangsang peradangan di paru-paru serta luka di saluran napas. Luka ini seperti codet di kulit yang akan menyebabkan luka permanen pada alveolus (paru-paru bawah) yang dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker," jelasnya.
Melihat hal tersebut, Ceva berharap agar muntahan Gunung Kelud tidak berkepanjangan. Tapi Sinabung hingga saat ini masih mengeluarkan abu. Ini yang dikhawatirkan. Apalagi dalam jangka pendek, abu vulkanik bukan hanya bisa berdampak pada kesehatan seperti batuk dan mata perih tapi juga trauma.
(Fit/Mel)
Seperti diungkapkan Pulmonologist, dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD,KP FINASIM bahwa secara kasar, abu vulkanik itu seperti abu semen (batuan kecil dan halus) yang terlempar ke atas. Masalahnya, abu ini bila terhirup, mengenai mata dan kulit bisa berdampak pada kesehatan.
"Kalau masuk mata jadi panas, perih. Kalau partikelnya kecil bisa masuk ke paru-paru bagian dalam dan kalau pertikelnya besar, bisa nyangkut ke tenggorkan. Yang bahaya bila partikel ini masuk ke alveolus atau paru-paru bagian bawah, sehingga bisa radang paru-paru hingga kematian," kata Ceva saat temu media 'Dampak Debu Letusan Gunung Berapi Terhadap Kesehatan' di kantor PB PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), Jakarta, ditulis Rabu (19/2/2014).
Menurut Ceva, paru-ini tempatnya oksigen. Jika jumlah abu vulkanik yang masuk ke paru-parunya banyak, maka nyawa bisa melayang. Yang harus hati-hati adalah partikel ini bisa terbawa jauh hingga ratusan kilometer dan dianggap hanya debu biasa seperti asap kebakaran dan embun.
"Banyak yang tidak sadar, debu vulkanik yang telah jauh terbawa bisa merangsang peradangan di paru-paru serta luka di saluran napas. Luka ini seperti codet di kulit yang akan menyebabkan luka permanen pada alveolus (paru-paru bawah) yang dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker," jelasnya.
Melihat hal tersebut, Ceva berharap agar muntahan Gunung Kelud tidak berkepanjangan. Tapi Sinabung hingga saat ini masih mengeluarkan abu. Ini yang dikhawatirkan. Apalagi dalam jangka pendek, abu vulkanik bukan hanya bisa berdampak pada kesehatan seperti batuk dan mata perih tapi juga trauma.
(Fit/Mel)