Setiap ibu tentu ingin bersama anak-anaknya. Namun, kehidupan yang membuatnya memilih bekerja. Perempuan yang sudah dikarunia anak serta memiliki karir di luar rumahnya mungkin tampak memiliki segalanya. Tapi, sebenarnya mereka terbebani rasa bersalah ganda. Kaum ibu ini takut menjadi pekerja yang buruk karena memiliki keluarga.
Kedua orangtua tentu memikirkan keluarganya. Tapi, hanya ibu yang merupakan tipe pemikir yang bisa menjadi stres dan memiliki emosi negatif. Shira Offer, Asisten Profesor di Department of Sociology and Anthropology di Bar-Ilan University, Israel, mempelajari mental orangtua pekerja dengan tekanan pekerjaannya.
Ia mendefinisikan pikiran dan kekhawatirannya yang bisa mengganggu kinerja, membuatnya sulit fokus pada tugas, dan bahkan mempengaruhi tidurnya.
Studi ini dipresentasikan dalam American Sociological Association dengan menggunakan data dari 500 penelitian keluarga, yang mempelajari bagaimana keluarga kelas menengah menyeimbangkan keluarga dan pekerjaannya. Penelitian ini mengamati 402 ibu di Amerika dan 291 ayah yang dua-duanya mencari nafkah.
Menurutnya, kaum ibu biasanya menyesuaikan jadwal kerjanya untuk kebutuhan keluarga, seperti tetap di rumah ketika anak sakit. Karena itulah, kaum ibu mungkin merasa mereka tak mencurahkan cukup waktunya untuk pekerjaan mereka. Sebagai hasilnya, mereka mudah disibukkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan di luar tempat kerja.
"Saya berasumsi karena ibu memikul tanggung jawab utama untuk anak dan kehidupan keluarga, ketika mereka berpikir tentang masalah keluarga, mereka cenderung berpikir tentang aspek-aspek yang kurang menyenangkan dan itu lebih cenderung menjadi khawatir," kata Offer seperti dikutip Dailymail, Kamis (20/2/2014).
"Ini yang menggambarkan beban ganda, tekanan menjadi ibu yang baik dan pekerja yang baik, itulah yang dirasakan ibu pekerja," kata Offer.
Berbeda halnya dengan ayah yang mahir meninggalkan kekhawatiran dengan yang ada di belakang pekerjaannya. Ayah juga lebih mampu menarik batas antara pekerjaan dan rumah.
"Memang benar ayah saat ini lebih terlibat dalam pengasuhan anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga dibanding generasi sebelumnya. Tapi, tanggung jawab utama untuk rumah tangga tetap pada ibu dan ini harus berubah," ujar Offer.
(Mel)
Kedua orangtua tentu memikirkan keluarganya. Tapi, hanya ibu yang merupakan tipe pemikir yang bisa menjadi stres dan memiliki emosi negatif. Shira Offer, Asisten Profesor di Department of Sociology and Anthropology di Bar-Ilan University, Israel, mempelajari mental orangtua pekerja dengan tekanan pekerjaannya.
Ia mendefinisikan pikiran dan kekhawatirannya yang bisa mengganggu kinerja, membuatnya sulit fokus pada tugas, dan bahkan mempengaruhi tidurnya.
Studi ini dipresentasikan dalam American Sociological Association dengan menggunakan data dari 500 penelitian keluarga, yang mempelajari bagaimana keluarga kelas menengah menyeimbangkan keluarga dan pekerjaannya. Penelitian ini mengamati 402 ibu di Amerika dan 291 ayah yang dua-duanya mencari nafkah.
Menurutnya, kaum ibu biasanya menyesuaikan jadwal kerjanya untuk kebutuhan keluarga, seperti tetap di rumah ketika anak sakit. Karena itulah, kaum ibu mungkin merasa mereka tak mencurahkan cukup waktunya untuk pekerjaan mereka. Sebagai hasilnya, mereka mudah disibukkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan di luar tempat kerja.
"Saya berasumsi karena ibu memikul tanggung jawab utama untuk anak dan kehidupan keluarga, ketika mereka berpikir tentang masalah keluarga, mereka cenderung berpikir tentang aspek-aspek yang kurang menyenangkan dan itu lebih cenderung menjadi khawatir," kata Offer seperti dikutip Dailymail, Kamis (20/2/2014).
"Ini yang menggambarkan beban ganda, tekanan menjadi ibu yang baik dan pekerja yang baik, itulah yang dirasakan ibu pekerja," kata Offer.
Berbeda halnya dengan ayah yang mahir meninggalkan kekhawatiran dengan yang ada di belakang pekerjaannya. Ayah juga lebih mampu menarik batas antara pekerjaan dan rumah.
"Memang benar ayah saat ini lebih terlibat dalam pengasuhan anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga dibanding generasi sebelumnya. Tapi, tanggung jawab utama untuk rumah tangga tetap pada ibu dan ini harus berubah," ujar Offer.
(Mel)