Bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering seperti kertas, karton, kaleng, majalah, dan sampah plastik lainnya, yang berasal dari rumah untuk memaksimalkan partisipasi warga untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar, dan menambah nilai ekonomi dari sampah.
Sebab, sampah tak selamanya sesuatu yang harus dibuang begitu saja. Kalau saja si pemiliknya pintar dalam memilah, maka sampah yang ada dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis.
Salah satu bank sampah yang ada di Jakarta adalah 'Bank Sampah Malaka Sari'. Saat ini, bank sampah yang terletak di Jalan Delima III Nomor. 190 Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, telah menjadi percontohan dalam pengelolaan sampah baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Lantas, bagaimana proses terbentuknya bank sampah ini sampai meraih kesuksesan seperti itu?
Menurut Prakoso selaku encetus Jakarta Aksi Lingkungan Indah (Jali Two) Paguyuban Jakarta Timur mengatakan bahwa bank sampah ini sudah ada sejak tahun 2008. Waktu itu, jumlah nasabah yang menabung di bank sampah sangatlah sedikit, dapat dihitung dengan jari. Karena adanya publikasi dan sosialisasi yang dilakukan secara terus-menerus, maka lambat laun jumlah nasabah yang ada semakin bertambah.
Dua tahun berselang, di mana jumlah nasabah bank sampah sudah cukup banyak, Bank Sampah yang diprakasi Prakoso mendapatkan penghargaan dari Pemerintah dalam program 'Jakarta, Green and Clean'.
"Di tahun itu bank sampah ini dinobatkan sebagai juara umum. Waktu itu diprakasai oleh salah satu perusahaan kenamaan di Indonesia," kata Prakoso kepada Health Liputan6.com di Jakarta Timur, Jumat (21/2/2014)
Setelah dinyatakan sebagai pemenang, bank sampah yang ada di RW 03 itu mendapatkan bantuan berupa dibuatkan badan hukum dalam bentuk koperasi, yang merupakan program CSR dari perusahaan tersebut. Ide dari bank sampah saat itu adalah menyerap sampah di wilayah setempat, demi mengurangi pembuangan sampah di TPS.
Sebab, sampah tak selamanya sesuatu yang harus dibuang begitu saja. Kalau saja si pemiliknya pintar dalam memilah, maka sampah yang ada dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis.
Salah satu bank sampah yang ada di Jakarta adalah 'Bank Sampah Malaka Sari'. Saat ini, bank sampah yang terletak di Jalan Delima III Nomor. 190 Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, telah menjadi percontohan dalam pengelolaan sampah baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Lantas, bagaimana proses terbentuknya bank sampah ini sampai meraih kesuksesan seperti itu?
Menurut Prakoso selaku encetus Jakarta Aksi Lingkungan Indah (Jali Two) Paguyuban Jakarta Timur mengatakan bahwa bank sampah ini sudah ada sejak tahun 2008. Waktu itu, jumlah nasabah yang menabung di bank sampah sangatlah sedikit, dapat dihitung dengan jari. Karena adanya publikasi dan sosialisasi yang dilakukan secara terus-menerus, maka lambat laun jumlah nasabah yang ada semakin bertambah.
Dua tahun berselang, di mana jumlah nasabah bank sampah sudah cukup banyak, Bank Sampah yang diprakasi Prakoso mendapatkan penghargaan dari Pemerintah dalam program 'Jakarta, Green and Clean'.
"Di tahun itu bank sampah ini dinobatkan sebagai juara umum. Waktu itu diprakasai oleh salah satu perusahaan kenamaan di Indonesia," kata Prakoso kepada Health Liputan6.com di Jakarta Timur, Jumat (21/2/2014)
Setelah dinyatakan sebagai pemenang, bank sampah yang ada di RW 03 itu mendapatkan bantuan berupa dibuatkan badan hukum dalam bentuk koperasi, yang merupakan program CSR dari perusahaan tersebut. Ide dari bank sampah saat itu adalah menyerap sampah di wilayah setempat, demi mengurangi pembuangan sampah di TPS.
2 dari 7 halaman
Berbasis masyarakat
Menurut Prakoso, bank sampah tersebut memiliki perbedaan dengan bank sampah yang ada di mana dalam penerapannya bank sampah tersebut berbasis masyarakat. Kepedulian masyarakat akan lingkungan sekitar, membuat sampah-sampah yang ada di bank itu cukup banyak.
Tak hanya itu, tambah Prakoso, masyarakat pun sudah mengetahui kalau sampah yang dipilah oleh mereka di dalam rumah, memiliki nilai ekonomis sendiri.
"Sehingga sampah-sampah yang dibuang ke TPA akan semakin sedikit, karena masyarakat sudah pintar memilah sampah mana saja yang harus dibuang dan mana yang tidak," kata dia menjelaskan.
Advertisement
3 dari 7 halaman
Kendala dalam pengerjaannya
Dalam prosesnya, bank sampah ini juga memiliki cukup banyak kendala. Diakui Prakoso, masyarakat yang dulunya memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan, harus dilatih dan diberitahu untuk membuang sampah pada `tempatnya`.
Dengan adanya program bank sampah ini, maka Prakoso bersama tim secara terus menerus melakukan sosialisasi, sampai pada akhirnya masyarakat mulai terbuka dan terbiasa menyerahkan sampahnya ke bank sampah.
"Kami pun terus menerus melakukan pendampingan. Takutnya sampah-sampah yang ada malah tercampur lagi," kata Prakoso menjelaskan.
4 dari 7 halaman
Mahasiswa Jepang belajar mengenai sampah di bank sampah
Bank Sampah Malaka Sari menjadi bank sampah percontohan yang ada di Indonesia. Bahkan dua bulan lalu, bank sampah itu kedatangan tamu para mahasiswa yang berasal dari Jepang.
"Sekitar 30 orang mahasiswa yang berasal dari Universitas Nagoya Jepang datang untuk melihat bank sampah di sini. Dan mereka juga belajar tentang mengelola sampah," kata Prakoso menerangkan.
Tak hanya mahasiswa dari Jepang saja yang mau belajar tentang sampah di sana, mahasiswa yang ada di Indonesia pun mau belajar untuk mengetahui cara mengelola sampah yang benar. Terlebih beberapa lembaga pendidikan yang ada di sekitar bank sampah itu.
"Mahasiswa UHAMKA, SMA N 44, dan SDN 05 Malaka, termasuk TK-nya, juga menjadi nasabah di sini. Bersama guru-gurunya, mereka sering ke sini untuk belajar dan menabung sampahnya," kata Prakoso menuturkan.
Advertisement
5 dari 7 halaman
Harga masing-masing sampah
Untuk jenis sampah yang disetorkan ke bank sampah adalah sampah kering. Sesampainya di bank sampah, sampah-sampah itu akan ditimbang dan dibayar sesuai harganya.
Berikut harga-harga sampah yang dibedakan sesuai jenisnya (per kilogram)
- Kaleng yang mengandung besi dan aluminium : Rp 5.000 sampai Rp 6.000
- Sachetan : Rp 100 sampai Rp 200
- Sampah emberan : Rp 500 sampai 1.00
- Sampah kemasan (multilayer) : Rp 2.000 sampai 3.000
- Botol kaca : Rp 100 sampai 200 per pc
- Botol plastik : Rp 1.500 sampai Rp 2.000 (dalam keadaan kotor)
- Kemasan kotak kertas : Rp 1.500 sampai Rp 2.000
Dijelaskan Prakoso, bila masyarakat ingin menyerahkan sampahnya, ada baiknya untuk dipilah dan dipisah-pisahkan. Sebab, akan ada hitungan dalam 1 botol yang nantinya dihitung per kilogram.
"Tutup botol ada nilai sendirinya, label juga punya nilai sendiri, botol juga. Jadi ada tiga nilai. Tapi kalau tidak dipisahin, hanya satu nilai," kata Prakoso kembali menerangkan.
6 dari 7 halaman
Tata cara untuk menabung di bank sampah
Nasabah yang akan menabung akan membawa buku tabungan dan sampah terpilah dari rumah. Tapi, kebanyakan masyarakat lebih senang meninggalkan buku tabungannya di bank sampah, ketimbang harus membawanya pulang ke rumah. Alasannya, para nasabah takut kalau buku itu hilang, dan semua jumlah transaksi yang ada ikut hilang juga.
Setelah itu, nasabah akan mengisi absensi dan pengurus akan mencatat jenis sampah yang dibawa. Selanjutnya, dilakukan penimbangan sampah sesuai jenisnya, dan petugas akan mencatat berapa berat sampah yang ditimbang, dan berapa rupiah untuk menghargai sampah tersebut.
Langkah selanjutnya adalah, nasabah membawa buku tabungan untuk mencatat jumlah transaksinya hari itu. Bagi para nasabah yang ingin mengambil uangnya akan dipersilahkan, bagi yang tidak ingin maka uangnya akan disimpan di bank sampah tersebut.
Advertisement
7 dari 7 halaman
Uang diambil oleh warga ketika hari tertentu
Ketika masyarakat menyetor sampahnya di bank sampah, tak semuanya mau langsung mengambil uangnya. Kebanyakan ada yang disimpan dulu, karena takut tercecer atau digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu.
Dikatakan Prakoso, biasanya masyarakat akan mengambil uangnya ketika Idul Fitri atau untuk daftar ulang sekolah anak.
"Tapi tadi ada yang ngambil langsung karena dia nasabah baru," kata Prakoso menjelaskan.
Sejumlah pemerintah daerah juga sudah melakukan studi banding pengelolaan sampah di bank sampah yang berdiri sejak 2008 itu seperti Samarinda, Bali, Tarakan, NTB dan daerah lainnya.
Bank sampah di Kelurahan Malaka Sari merupakan satu-satunya yang berstatus 'gold' dalam program Jakarta Green and Clean karena berdasarkan jumlah nasabahnya sudah lebih dari 300 orang dan sampah yang dikelola setiap bulan mencapai 2-2,5 ton.
Bank sampah merupakan konsep pengelolaan sampah yang dipilah antara sampah organik dengan non organik dan memiliki manajemen layakna perbankan tapi yang ditabung adalah sampah.
Sampah kering atau non organik dikumpulkan dan akan dijual ke pengepul atau diolah menjadi barang kerajinan tangan seperti tas dari plastik kemasan.
Sedangkan sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang juga bernilai ketika dijual.