Liputan6.com, Jakarta Indonesia merupakan negara yang sangat beruntung karena memiliki wilayah hutan tropis yang sangat luas. Tetapi sekarang ini hutan-hutan di Indonesia sudah tak selebat dulu.
Tak hanya di Indonesia, bahkan hutan dunia pun mengalami penyusutan lahan. Hal ini juga dipicu maraknya illegal loging dan kurang sadarnya manusia untuk melakukan penghijauan.
Advertisement
Baca Juga
Menanamkan rasa cinta kepada lingkungan bisa dimulai dari hal yang kecil, salah satunya dengan menanam pohon. Dengan menanam pohon maka udara yang dihirup tetap bersih, ketersediaan air tanah tetap terjaga dan pohon dapat menjaga umat manusia dari bencana banjir dan longsor. Maka dari itu sangat penting mengajarkan cinta lingkungan sejak dini.
Kampanye penghijauan rasanya hanyalah seperti kegiatan formalitas saja. Nyatanya masih banyak sekali orang yang belum sadar akan hal ini.
Namun berbeda dengan apa yang dilakukan oleh seorang pria di Afrika ini. Seorang pria dari Burkina Faso hampir mendedikasikan separuh hidupnya untuk menghijaukan gurun gersang. Orang-orang menyebutnya sebagai 'The man who stopped the dessert' seperti yang Liputan6.com lansir dari The Guardian, Selasa (16/4/2019).
30 Tahun Menghijaukan Gurun Gersang di Afrika
Yacouba Sawadogo, nyaris seorang diri selama 30 tahun menghijaukan gurun gersang di Afrika Barat. Ia dianggap mampu memecahkan krisis di gurun gersang yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh ilmuwan atau lembaga manapun. Yacouba melakukan itu semua hanya dengan teknik yang sangat sederhana.
Penanaman besar-besaran selama bertahun-tahun mengakibatkan erosi tanah parah dan pengeringan di wilayah yang terletak di utara Burkina Faso itu. Meskipun banyak peneliti baik nasional maupun internasional didatangkan untuk mengatasi persoalan ini, nyatanya mereka tidak banyak membantu.
Hingga akhirnya Yacouba memutuskan untuk mengambil masalah ini sendirian pada 1980. Alih-alih mendapat sambutan baik dari warga sekitar, Yacouba justru mendapat ejekan.
Metode yang ia terapkan menjadi bahan tertawaan. Tapi ketika teknik yang ia praktikkan berhasil, mereka para pencibir itu, hanya bisa duduk dan memperhatikannya.
Advertisement
Teknik yang Digunakan Sangat Sederhana
Yacouba menghidupkan kembali teknik pertanian Afrika kuno yang disebut Zai. Dan teknik itulah yang membuatnya berhasil menghijaukan kembali tanah yang bertahun-tahun gersang itu.
Zai adalah teknik pertanian yang sangat sederhana dan murah. Dengan menggunakan sekop, lubang-lubang kecil digali di tanah dan mengisinya dengan kompos.
Selanjutnya bibit pohon, milliet, atau sorghum, ditanam di kompos itu. Lubang tersebut akan menampung air ketika penghujan, sehingga mampu mempertahankan kelembaban dan nutrisi ketika kemarau datang.
Dengan teknik Zai, Yacouba menyiapkan lahan-lahan di musim kemarau, ini kebalikan dari praktik lokal. Dulu petani-petani lainnya dan bahkan pemilik tanah sempat menertawakannya, tapi mereka segera menyadari bahwa orang yang tertawai sangat jenius.
Dan hanya dalam 20 tahun, Yacouba berhasil mengkonversi daerah yang dulunya gersang menjadi hutan 30 hektar dengan lebih dari 60 jenis pohon.
“Puluhan ribu hektar lahan-lahan yang awalnya tidak produktif dibuatnya kembali produktif berkat teknik Yacouba,” ujar Chris Reji, spesilis manajemen sumber daya alam Center for International Cooperation.
Perjuangan Yacouba Dijadikan FIlm
Yacouba tidak mau menyimpan metodenya seorang diri. Sebaliknya, ia akan berbagi kepada siapa pun yang mau belajar metode tersebut.
Ia akan menyambut baik para petani dari desa tetangga yang ingin belajar kepadanya. Pada 2010, seorang pembuat film yang banyak memenangi penghargaan, Mark Dodd, membuat film dokumenter berdasarkan cerita Yacouba dengan judul The Man Who Stopped The Desert.
Film itu bercerita tentang seorang laki-laki yang menyelamatkan ribuan petani seorang diri di seluruh wilayah Sahel Afrika, salah satu wilayah paling parah mengalami kegersangan di dunia.
Lebih dari itu, film itu juga sebagai anti-tesis gagasan yang menyebut bahwa orang-orang Afrika membutuhkan bantuan asing untuk memecahkan masalah mereka. Film itu seolah mengatakan, “Yang bisa memecahkan masalah orang-orang Afrika adalah mereka sendiri.”
Advertisement