Liputan6.com, Jakarta Sidang sengketa Pilpres 2019 dimulai hari ini, Jumat (14/6/2019). Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana sengketa Pilpres 2019. Ada 8 hakim yang menyidangkan sengketa pilpres 2019 ini.
Baca Juga
Mereka adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Advertisement
Hakim Anwar Usman menjadi sorotan. Sosoknya yang tegas dan berwibawa menjadi bahan perbincangan masyarakat. Sebelum sidang dimulai, Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman mengeluarkan pernyataan tegas bahwa para hakim tidak akan tunduk dan takut pada siapapun.
"Kami memang dari 3 lembaga yaitu presiden, DPR dan MA, tetapi sejak kami mengucapkan sumpah maka kami independen, kami merdeka, tidak bisa dipengaruhi siapapun, dan hanya takut pada Allah," tandas Anwar.
Namun siapa yang menyangka, sosok ketua hakim MK, Anwar Usman adalah sosok hakim yang pernah bermain seni peran dalam sebuah film berjudul Perempuan dalam Pasungan.
Penasaran dengan sosok Anwar Usman, hakim Mahkamah Konstitusi, berikutLiputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (14/6/2019)
Terbiasa hidup dalam kemandirian
Dr. Anwar Usman, S.H., adalah pria kelahiran Bima, 31 Desember 1956. Dalam hidupnya tak pernah membayangkan bahwa dirinya kini menduduki jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, pria yang mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975 di Jakarta ini dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian.
Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
“Selama sekitar enam tahun hidup terpisah dari orangtua, saya banyak belajar tentang disiplin dan kemandirian, karena memang sebagian hidup saya habiskan di perantauan,” jelas putra asli Bima, Nusa Tenggara Barat ini.
Advertisement
Menjadi guru honorer dan melanjutkan jenjang pendidikan di Jakarta
Lulus dari PGAN pada 1975 Anwar Usman merantau ke Jakarta. Hal itu tentu setelah mendapat restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah. Ia merantau ke Jakarta untuk menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 dan memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Kala itu teman-temannya memilih untuk melanjutkan pendidikan ke IAIN, mengambil fakultas tarbiyah, fakultas syariah atau fakultas lainnya, namun dirinya mantap untuk melanjutkan di bidang hukum.
Mencintai teater pada masa kuliah
Selama menjadi mahasiswa, Anwar ternyata menyukai dunia seni. Ia aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara.
Bahkan, keseriusannya di dunia teater membawanya ke dunia film. Ia sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980.
“Saya hanya mendapat peran kecil, namun menjadi suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Bapak Ismail Soebarjo, apalagi film yang berjudul “Perempuan dalam Pasungan” menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra,” kenang pria yang meraih gelar Doktor pada Universitas Gadjah Mada sebagaimana dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi.
Advertisement
Meski Film mendapat penghargaan, Anwar malah dimarahi orang tuanya
Akan tetapi, keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orangtuanya. “Ketika film itu meledak, sampailah film itu ke Bima. Kebetulan di film itu ada adegan saya jalan berdua seorang wanita di Pasar Cikini, orang-orang di kampung saya, heboh semua.
Padahal di film itu saya hanya sebagai penggembira saja. Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, "Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya sambil tersenyum.
Anwar mengenang keterlibatannya dalam dunia teater sebagai salah satu pengalaman dia yang paling berkesan. Menurut pria yang ramah ini, dunia teater mengajarkannya banyak hal termasuk tentang filosofi kehidupan.
Kariernya di bidang hukum
Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Pada 2015-2018 menjadi wakil ketua MK dan sejak 2 April 2018 hingga sekarang menjabat Ketua MK.
Advertisement