Liputan6.com, Jakarta Dokter biasanya meresepkan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri. Beberapa infeksi yang lebih umum diobati dengan antibiotik termasuk bronkitis, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Antibiotik bekerja dengan membunuh bakteri penyebab infeksi, atau dengan menghentikan bakteri tumbuh dan berkembang biak.
Meski harus diresepkan dokter, antibiotik nyatanya dijual bebas dan dapat dibeli di apotik oleh siapapun. Hal ini yang membuat banyak orang kerap mengonsumsi antibiotik saat sakit. Padahal Antibiotik hanya berfungsi untuk mengobati infeksi bakteri. Mereka tidak bekerja untuk infeksi yang disebabkan oleh virus seperti flu atau batuk tertentu.
Â
Advertisement
Baca Juga
Antibiotik telah lama disalahgunakan, terlalu sering digunakan, dan efek sampingnya yang keras. Jika dikonsumsi secara keliru, para peneliti percaya bahwa antibiotik dapat menyebabkan lebih banyak bahaya daripada manfaat. Mereka dapat menyebabkan bakteri menjadi semakin resisten terhadap pengobatan, misalnya, dan menghancurkan flora sehat di usus.
Sebuah studi baru dari Case Western Reserve University bahkan menunjukkan bahwa antibiotik dapat merusak sel-sel kekebalan tubuh dan memperburuk infeksi mulut. Maka dari itu penting untuk tidak sembarangan mengonsumsi antibiotik. Berikut bahaya mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (4/7/2019).
Antibiotik Meningkatkan Kasus Diare Fatal pada Anak
Banyak orangtua yang memberi anaknya antibiotik saat flu atau pilek. Karena mayoritas pilek adalah virus, menggunakan antibiotik untuk mengobatinya tidak menghentikan infeksi dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa setengah dari antibiotik yang diberikan untuk anak-anak adalah untuk infeksi saluran pernapasan atas yang berhubungan dengan flu atau pilek biasa.
Sebuah studi CDC baru menunjukkan bahwa anak-anak yang diberi antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan atas rutin lebih rentan terhadap strain bakteri resisten antibiotik agresif yang umumnya dikenal sebagai C. diff. Studi ini menemukan bahwa 71 persen anak-anak yang menderita infeksi C. diff telah diberikan antibiotik untuk penyakit pernapasan, telinga, dan hidung 12 minggu sebelum infeksi.
C. diff, bakteri yang ditemukan dalam usus manusia, dapat menyebabkan diare parah dan bertanggung jawab atas 250.000 infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan 14.000 kematian setiap tahun di antara anak-anak dan orang dewasa.
Advertisement
Antibiotik bisa merusak kemampuan sel darah putih
Pertahanan alami tubuh sangat efektif dalam membunuh infeksi mulut tertentu dan mengatur peradangan, menurut penelitian, yang diterbitkan dalam Frontiers in Microbiology. Tim peneliti memeriksa bakteri penghuni dalam tubuh, pengaruhnya terhadap produksi sel darah putih, dan peran keduanya dalam memerangi infeksi mulut.
Penelitian tersebut menyatakan antibiotik dapat membunuh asam lemak rantai pendek yang diproduksi oleh bakteri baik tubuh sendiri. Ketika tubuh sehat, itu menampung bakteri baik yang menghasilkan asam lemak rantai pendek yang berperan mempromosikan pengembangan dan pemeliharaan sel darah putih. Para peneliti menemukan bahwa antibiotik menghancurkan bakteri baik, yang akibatnya menipiskan produksi asam lemak rantai pendek dan merusak kemampuan sel darah putih dari melawan infeksi jamur, seperti Candida, dalam pengaturan laboratorium.
Dengan kata lain, antibiotik melukai respons kekebalan tubuh sendiri dan membuatnya sulit untuk melindungi diri terhadap kuman berbahaya. Selain itu, penyalahgunaan yang terus menerus dan penggunaan antibiotik yang berlebihan memberi bakteri kesempatan untuk tumbuh resisten terhadap pengobatan dan menimbulkan ancaman infeksi bakteri yang jauh lebih sulit untuk diobati.
Antibiotik Dapat Mengacaukan Flora Usus yang Sensitif
Usus mengandung sekitar 100 triliun bakteri dari berbagai jenis. Sementara beberapa bisa mematikan, ada keseimbangan alami di usus yang bisa dibuang oleh antibiotik. Bakteri yang membantu ini, dikenal sebagai flora usus, mendukung kekebalan tubuh dan pencernaan yang baik.
Antibiotik yang agresif, walaupun bermanfaat jika Anda memiliki infeksi serius, dapat menghapus banyak bakteri usus yang baik sambil membiarkan mereka yang kebal terhadap antibiotik berkembang.
Advertisement
Gagal ginjal
Ginjal bertanggung jawab untuk mengeluarkan racun, termasuk obat-obatan, dari darah dan tubuh melalui urin. Antibiotik dapat membebani dan merusak ginjal pada orang dengan kondisi ginjal.
Seiring bertambahnya usia, ginjal juga secara alami menjadi kurang efektif. Dokter akan sering meresepkan orang yang lebih tua atau orang dengan kondisi ginjal untuk antibiotik dosis rendah. Bagi Anda yang memiliki resiko penyakit ginjal, selalu minta saran dokter saat mengonsumsi antibiotik.
Resistansi antibiotik
Resistensi antibiotik terjadi saat bakteri penyebab infeksi mengalami kekebalan dalam merespon antibiotik. Resistensi antibiotik terjadi secara alami, tetapi penyalahgunaan antibiotik pada manusia dapat mempercepat prosesnya. Menurut WHO, resistensi antibiotik adalah salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan global, keamanan pangan, dan pembangunan saat ini.
Beberapa bakteri telah mengembangkan resistensi terhadap antibiotik. Mengonsumsi antibiotik untuk pilek dan penyakit virus lainnya tidak hanya sia-sia belaka, tetapi juga dapat memiliki efek samping yang berbahaya seiring waktu, praktik ini sebenarnya membantu menciptakan bakteri yang lebih sulit untuk dibunuh.
Advertisement