Liputan6.com, Jakarta Beberapa orang bekerja tidak hanya karena materi, namun pekerjaan tersebut sudah menjadi salah satu hal yang membuatnya merasa bahagia. Bekerja di sebuah tempat selama bertahun-tahun akan membuat orang sulit untuk pergi dari tempat tersebut, karena sudah menjadi bagian besar dalam hidupnya.
Meski begitu tidak semua pekerjaan dapat dilakoni selamanya dan tidak semua orang dapat bekerja di tempat yang sama dalam jangka waktu panjang. Hal serupa juga dialami oleh seorang nenek asal Singapura ini.
Advertisement
Baca Juga
Nenek tersebut sudah bekerja sebagai penjual minuman di kantin sebuah sekolah selama bertahun-tahun. Namun pada suatu ketika ia harus rela menutup kiosnya karena permintaan sekolah tempatnya berjualan.
Kisahnya tersebut dibagikan oleh kerabatnya bernama Pearl di akun Facebooknya. Ia bercerita bahwa nenek tersebut berbagi di telah berjualan minuman di sebuah sekolah perempuan China Singapura sejak tahun 1950-an. Jika dihitung nenek itu telah berjualan di sana selama lebih dari 60 tahun.
Pearl mengatakan bahwa bibinya akan bangun pagi-pagi sekali dan pergi ke sekolah untuk menjual minuman kepada para siswa, guru, dan pengunjung yang ada di sana. Bahkan ketika ada sebuah acara, ia tetap datang ke sekolah demi pekerjaan yang dilakoninya selama puluhan tahun itu.
Diberi beberapa persyaratan untuk tetap jualan
Pada Juni 2019, sekolah melakukan pendekatan kepada sang nenek dan bertanya apakah ia ingin terus bekerja di sana atau tidak. Pihak sekolah kemudian memberikan beberapa syarat yang harus ia ikuti.
Jika sang nenek memilih untuk tetap berjualan, ia hanya akan diizinkan untuk menjual air hangat dan bukan minuman dingin. Selain itu, ia tidak bisa lagi memiliki kiosnya sendiri karena ia harus berbagi tempat dengan penjual lain. Jika ia tidak mau, sang nenek harus menutup kios untuk selamanya.
Kemudian nenek tersebut mulai menderita insomnia setelah sekolah mendekatinya dan mengajukan syarat tersebut. Baginya itu merupakan pilihan yang sangat sulit.
Pearl kemudian menceritakan bahwa bibinya mencintai murid-murid yang membeli minuman dari kiosnya. Ia tidak akan pernah mengubah harga minuman yang dijualnya selama 60 tahun lebih meski biaya sewa kios telah naik. Hal itu ia lakukan karena ia senang dikelilingi oleh para siswa.
"Saya ingat dari waktu ke waktu bibi akan sangat bahagia seperti ketika siswa memberikan kartu namanya dan mantan siswa kembali mengunjunginya. Semua gerakan kecil ini, ia sangat menyukainya meskipun tidak banyak bicara," kata Pearl seperti dikutip Liputan6.com dari World of Buzz, Jumat (24/1/2020).
Advertisement
Menutup kiosnya dan diganti dengan mesin penjual minuman otomatis
Pada November 2019, nenek penjual minuman tersebut secara resmi menutup kiosnya. Tidak lama kemudian, sekolah itu menggantikan bibi Pearl dengan mesin penjual minuman otomatis. Hal tersebut sontak membuat banyak siswa di sekolah marah dan merasa kecewa atas tindakan dari manajemen sekolah.
Pada 21 Januari 2020, para siswa memutuskan untuk memulai sebuah petisi online yang disebut, "Dapatkan kembali kedai minuman kami". Petisi tersebut didukung lebih dari 200 orang.
Meski bertujuan agar siswa dan seluruh warga sekolah mengurangi konsumsi minuman manis, para siswa yang memulai petisi tersebut ingin menunjukkan bahwa ironisnya sekolah mulai menjual minuman dari mesin penjual otomatis.
"Alumni sekolah kami juga prihatin dengan pemberhentian tiba-tiba toko minuman. Meskipun kami memahami bahwa pemerintah ingin mempromosikan hidup sehat, mereka seharusnya meminta pendapat dan persetujuan kami sebelum mengambil tindakan sendiri," kata Pearl.